Megawati Minta Mendikbud Ubah Peristiwa 1965, Refly Harun: Menteri Tak Bisa Ubah Penulisan Sejarah

27 November 2020, 10:26 WIB
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menilai tindakan TNI mencopot baliho Habib Rizieq tidak patut mendapatkan apresiasi. /Tangkapan Layar YouTube.com/Refly Harun

PR TASIKMALAYA - Megawati Soekarnoputri kini kembali menjadi perbincangan publik setelah meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim untuk meluruskan sejarah Peristiwa 1965.

Sontak hal tersebut menuai berbagai respon pro dan kontra dari berbagai pihak tak terkecuali Persaudaraan Alumni (PA) 212. Bahkan diketahui, PA 212 kini meminta PDI Perjuangan (PDIP) untuk dibubarkan lantaran hal tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PA 212 Novel Bamukmin menyampaikan tudingannya kepada Megawati yang diduga ingin mengubah sejarah, khususnya soal keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 silam.

Baca Juga: Sinovac Belum Peroleh EUA Walau Penuhi Kriteria Label Halal, BPOM: Masih Harus Ditinjau Lebih Jauh

Lebih lanjut, Novel juga menyebut bahwa pada peristiwa 1965 tersebut umat Islam telah berjuang melawan PKI. Sehingga menurutnya, keinginan Megawati tersebut hanya akan memojokkan perjuangan umat Islam selama ini.

Ia juga menegaskan, PA 212 tidak akan tinggal diam menanggapi hal tersebut bahkan menyatakan akan melawan keinginan Megawati tseperti saat polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) beberapa saat lalu.

Menanggapi isu tersebut, Pakar hukum tata negara Refly Harun mengakui, memang banyak sejarah di Indonesia yang harus diluruskan tapi bukan untuk membela PKI karena memang sudah tidak sejalan dengan ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

Baca Juga: Jadi Fatwa Baru dari Majelis Ulama Indonesia, Haji saat Usia Dini Punya Syarat sebagai Berikut!

"Bukan untuk membela PKI karena kita sudah sepakat melarang ajaran itu karena kita anggap tidak sesuai dengan Pancasila tapi sejarah harus memang betul-betul disajikan dengan baik,” ujar Refly.

Namun, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari kanal YouTube Refly Harun, Jumat, 27 November 2020, Refly juga mentakan bahwa dirinya tidak setuju jika penulisan ulang sejarah dilakukan oleh seorang Menteri dalam hal ini adalah Nadiem Anwar Makarim yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

“Penulisan sejarah itu tidak bisa dilakukan oleh seorang menteri, karena menteri itu juga tidak paham apalagi Nadiem mengatakan 'saya mungkin tidak paham masa lalu tapi saya tahu masa depan'," tuturnya.

Baca Juga: Bongkar Kebusukan KPK Malah Singgung Polisi, Rizal Ramli: Rekrutmen Promosi Polisi Pake Uang

Refly juga menilai bahwa Nadiem tidak mau dan tertarik dengan pelajaran sejarah apalagi sejarah di Indonesia karena Nadiem menghabiskan Sebagian besar waktunya sebelum menjadi Menteri di luar negeri.

"Bagi dia itu tidak terlalu penting mungkin, ya walaupun sejarah itu penting karena membentuk karakter bangsa dan dapat mengetahui bagaimana asal mula kita dan lain sebagainya, sejarah itulah yang kemudian membuat negara kita menjadi bangsa yang punya semangat," ungkapnya.

Menurut Refly jika penulisan ulang sejarah memang secara urgensi betul-betul diperlukan, seharusnya kegiatan tersebut melibatkan para pakar dan peneliti. Namun dalam hal ini ia menyebut bahwa negara juga harus terima, jika nantinya hasil penelitian tersebut bertolak belakang dari sejarah yang selama ini dipelajari.

"Makannya jangan heran pada era orde baru jangan coba-coba membuat skenario, selain yang sudah diberitakan film pemberontakan G30S PKI, itu kalian akan menghadapi konsekuensi kan," ucapnya.

Baca Juga: Gelas Munas ke-10 MUI, Berikut 5 Fatwa Baru yang Dihasilkan Dalam Acara tersebut

Dalam video tersebut Refly juga kembali menegaskan bahwa seorang Menteri tidak dapat diperintahkan untuk membuat, meluruskan, atau menulis ulang sebuah sejarah yang diinginkan pihak tertentu.

"Katakanlah yang diinginkan oleh Megawati dan PDIP, tidak bisa begitu, sejarah itu harus ditulis orang yang memang menelitinya secara benar dan baik, serta iklim demokratis sebuah negara harus bagus apapun hasilnya nanti," tegasnya.

Namun demikian, Refly juga menyebut bahwa permintaan Novel untuk membubarkan partai politik PDIP karena hal tersebut tidak akan semudah yang dia kira.

Baca Juga: Gantikan Ma’ruf Amin, Miftachul Akhyar Ditunjuk Jadi Ketua Umum MUI Dalam Munas Ke-10 MUI 2020

"Menurut saya tidak gampang, hanya pemerintah yang bisa mengajukan pembubaran partai politik, itupun kalo asas, tujuan, program, dan kegiatan partai tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, kalau tidak ya nggak bisa," ungkapnya.

"Tapi kita tahu pembubaran, hanya di MK dan yang memintanya adalah pemerintah, bisa gak kira-kira jaksa agung sebagai pengacara negara meminta pembubaran PDIP, kan gak mungkin ya, jauh panggang dari api, wacana boleh tapi realistis sedikit." imbuhnya.***

 
Editor: Tita Salsabila

Tags

Terkini

Terpopuler