Komitmen Menekan Dampak Buruk Napza, Kemensos: Perlu Sosialiasi Intensif Dibanding Tindakan Hukum

5 November 2020, 11:45 WIB
Ilustrasi korban penyalahgunaan Napza.* //PIXABAY//rebcenter-moscow/

 

PR TASIKMALAYA – Meluasnya penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza) di berbagai kalangan masyarkat, diperlukan adanya upaya pencegahan.

Selama ini Korban Penyalahgunaan Napza lebih sering diberikan tindakan hukum pidana.

Melihat situasi tersebut, Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial berkomitmen untuk memastikan ada kebijakan bagi Korban Penyalahgunaan Napza/GPZ.

Baca Juga: 14 Tahun Beroperasi, 3 Orang Tersangka Diamankan Polisi Terkait Praktik Aborsi Ilegal

Kebijakan itu yang mendukung upaya menekan dampak buruk (harm reduction) lebih kuat daripada pengurangan permintaan (demand reduction) bagi Gangguan Penggunaan Zat (GPZ).

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat pada kegitaan Pelatihan Konselor Adiksi Penanggulangan Korban Penyalahgunaan Napza. 

Kegiatan tersebut diselenggarakan Balai Besar Pendidikan dan Paltihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Padang.

“Perlu sosialisasi yang lebih intensif tentang dampak buruk bila menggunakan Napza, dibanding memperluas tindakan hukum.pidana dan perlu sistem pemantauan yang lebih ketat,” ucap Harry.

Baca Juga: Modus Loker di Facebook, 12 Perempuan Asal Riau Nyaris Dijadikan TKI Ilegal

Pengurangan dampak buruk ini merupakan perubahan paradigma dalam pembuatan kebijakan yang semula didominasi dengan tindaan represif hukum menjadi peningkatan program kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan dampak sosial dari eks korban penyalahgunaan Napza.

“Ini yang membuat program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) ada diferensiasi Pusat dan Balai,” jelas Harry Hikmat pada Kamis, 5 November 2020.

“Balai bicara bagaimana rehabilitasi sosial dilakukan untuk korban Napza, sedangkan di Pusat melakukan kampanye secara intensif dan masif tentang bahaya penyalahgunaan Napza,” lanjut Dia.

Perubahan paradigma dalam penanganan Napza selanjutnya adalah dari sistem peradilan pidana menuju ke perawatan. Intinya adalah rehabilitasi sosial dan medis.

Baca Juga: Simak! Berikut Hal yang Perlu Diketahui Tentang Alergi, Gejala dan Cara Mengatasinya

Penerapan hukum pidana dan sejenisnya secara tidak sadar berimplikasi membentuk penggunaan Napza menjadi eksklusif yang pada sisi lain berdampak terhadap sulitnya program rehabilitasi sosial dan medis dalam menjangkau pengguna Napza itu sendiri.

“Kita mengedepankan pendekatan rehabilitasi sosial sebagai kekuatan utama dalam menekan dampak buruk dari penyalahgunaan Napza,” katanya.

Kemensos memepunyai mandat dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Harry menyampaikan bahwa tujuan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (KPN) adalah agar KPN mampu melaksanakan keberfungsian.

Baca Juga: Sasar 100.000 Jiwa, IPAL Kota Palembang Ditargetkan Beroperasi Pada 2022

Meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah dan aktualisasi diri, serta terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial KPN serta tidak relaps.

Rehabilitasi dilakukan dilembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Perubahan pendekatan sangat diperlukan untuk mulai meperlakukan penggunaan Napza sebagai masalah kesehatan dan bukan pelanggaan pidana.***

 

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler