Nasionalisme Terselubung dalam Sikap Dermawan Tiongkok Berbagi Calon Vaksin Covid-19

- 14 September 2020, 13:28 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19. Foto: Ist
Ilustrasi vaksin Covid-19. Foto: Ist /Argo

PR TASIKMALAYA - Di dalam pemberitaan soal vaksin Covid-19 dalam beberapa bulan terakhir, kemungkinan hanyaTiongkok yang berani mengatakan bahwa vaksin buatan mereka akan menjadi global public goods alias barang milik bersama yang dapat digunakan oleh seluruh warga dunia.

Sikap itu diutarakan langsung oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping saat membuka pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke-73 yang diadakan secara virtual pada 18 Mei 2020.

“Vaksin Covid-19 yang dikembangkan di Tiongkok, jika telah disetujui dan tersedia, akan menjadi barang publik yang dapat digunakan masyarakat dunia,” kata Xi.

Baca Juga: Kasihan dengan Pelaku yang Mencoba Menusuknya, Syekh Ali Jaber: Saya Merasa Sedih 

Xi menambahkan langkah itu akan menjadi kontribusi Tiongkok untuk memastikan akses dan keterjangkauan vaksin Covid-19 bagi negara-negara berkembang.

Tidak hanya itu, Xi memastikan pengembangan vaksin Covid-19 di negaranya akan dilakukan secara terbuka. 

Bahkan Tiongkok bersedia memperluas kerja sama dengan negara lain dan lembaga multilateral, khususnya WHO, untuk mempercepat pengembangan vaksin Covid-19.

Baca Juga: Masyarakat Diminta Tak Khawatirkan Soal PSBB, Nilai Rupiah Kini Menguat terhadap Dollar AS

Pengumuman yang disampaikan Presiden Xi menerima sambutan baik dan diapresiasi banyak pihak. 

Mengingat Tiongkok memiliki banyak informasi dan pengetahuan awal mengenai virus corona jenis SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Otoritas Tiongkok pada 31 Desember 2019 memberi tahu WHO ada penyakit pneumonia yang sebabnya belum diketahui menjangkit puluhan orang di Kota Wuhan.

Kurang dari empat minggu setelah Tiongkok mengumumkan temuan itu ke masyarakat dunia, Pusat Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Tiongkok pada 26 Januari 2020 mulai mengembangkan vaksin untuk virus yang saat itu masih disebut dengan 2019-nCoV.

Baca Juga: Optimis Menang dalam Pemilu AS Tahun ini, Donald Trump Sudah Ajukan Diri Lagi untuk Pilpres 2024

Saat itu, Covid-19 telah ditemukan di Thailand, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat.

Tiongkok tentunya jadi negara yang pertama memulai penelitian pengembangan vaksin Covid-19, meskipun beberapa ilmuwan dari negara lain, salah satunya Australia juga mulai mengembangkan kultur virus yang dapat menjadi sumber data pembuatan vaksin.

Sejumlah Ilmuwan dari Peter Doherty Institute for Infection and Immunity, lembaga riset yang berpusat di Melbourne, Australia pada 27 Januari mengumumkan mereka berhasil membuat kultur virus Covid-19 setelah mendapatkan sampel dari pasien pertama di negara tersebut.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber Ditusuk Orang Tak Dikenal, Mahfud MD Meminta Jaminan Ulama kepada Pihak Kepolisian

Sebelum WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada media Maret, 20 calon vaksin telah dikembangkan di beberapa negara dunia, dan beberapa perusahaan serta lembaga riset Tiongkok mendominasi daftar itu. 

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat jumpa pers rutin di Jenewa, Swiss, pada 28 Februari mengumumkan lebih dari 20 calon vaksin telah dikembangkan dan tujuh calon obat Covid-19 telah memasuki tahapan uji klinis.

Data WHO per 9 September 2020 menunjukkan 35 calon vaksin telah memasuki uji klinis III, tahap akhir uji coba kandidat vaksin ke manusia sebelum produksi massal, dan 145 calon vaksin lainnya memasuki evaluasi praklinis.

Baca Juga: Masyarakat Gaduh Saat Relawan Terpapar Covid-19 Usai Disuntik Vaksin, Ketua Tim Riset Buka Suara

Dari daftar tersebut, hampir setengah dari keseluruhan pembuat vaksin merupakan lembaga riset/universitas/perusahaan farmasi asal Tiongkok.

Sejak bulan lalu, calon vaksin buatan Sinovac Biotech dan Sinopharm telah mengantongi izin penggunaan darurat dari Pemerintah Tiongkok.

Di samping Tiongkok, Rusia juga mengeluarkan izin untuk calon vaksin Covid-19 buatan Gamaleya Research Institute.

Di tengah pencapaian itu, otoritas di Tiongkok juga meningkatkan kerja sama dengan banyak negara, termasuk Indonesia, untuk kerja sama produksi vaksin saat salah satu kandidat anti virus SARS-CoV-2 itu melewati tahapan uji coba terakhir, uji klinis III.

Baca Juga: 'Panas' Melihat Joe Biden, Donald Trump Gencar Menggalang Dana Karena Potensi Krisis Keuangannya

Seorang pekerja memakai masker pelindung dan pelindung wajah saat tur media yang diselenggarakan pemerintah di Rumah Sakit Tongji menyusul penyebaran penyakit virus corona, di Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok, Kamis.

Langkah Tiongkok berbagi informasi dan bekerja sama dengan banyak negara dalam pengembangan vaksin tentu akan sulit dipahami.

Namun, Tiongkok justru menerjemahkan nasionalisme dalam pengertian yang lain, yaitu bagaimana perusahaan dan lembaga riset asal Tiongkok jadi negara terdepan untuk menempatkan pengaruh Made in Tiongkok di banyak negara dunia.

Baca Juga: Naik ke Panggung di Tengah Ceramah, Seseorang Tak Dikenal Mencoba Menusuk Syekh Ali Jaber

Nasionalisme semacam itu justru sejalan dengan paham multilateral yang mengedepankan inklusivitas dan kolaborasi daripada sikap eksklusif dan menutup diri.

Tabloid Global Times yang berada di bawah naungan harian People's Daily secara berkala menerbitkan opini dan tajuk rencana yang menunjukkan bagaimana Tiongkok memahami nasionalisme dalam konteks upaya bersama menemukan vaksin Covid-19.

Dalam sebuah kolom opini yang diterbitkan Global Times bulan lalu, seorang pengamat hubungan internasional Tiongkok, Hua Song menyebut langkah pemerintahnya berbeda dengan visi America First, slogan pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Baca Juga: Idap Skizofrenia, Vonis Hakim Nyatakan Isabella Guzman Tidak Bersalah

Song menjelaskan Tiongkok justru memilih kerja sama dan kolaborasi daripada menyimpan sendiri hasil penelitian dan pengembangan vaksin yang dibuat oleh lembaga pemerintah, kampus, dan perusahaan swasta.

Sementara itu, kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua, dalam tajuk rencananya pada 9 September 2020 kembali menunjukkan nasionalisme tidak lagi dipahami dalam pengertian sempit, melainkan nilai tersebut justru dapat sejalan dengan nilai-nilai keterbukaan dan inklusivitas.

"Tiongkok telah menyebutkan dalam banyak kesempatan bahwa vaksin Covid-19 akan menjadi barang bersama saat anti virus itu tersedia, dan Tiongkok akan berkontribusi memastikan ketersediaan serta keterjangkauan pengembangan vaksin, termasuk di antaranya negara-negara Afrika," tulis Xinhua dalam editorialnya.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kasus Viral Isabella Guzman yang Bunuh Ibu Kandung

Xinhua lanjut menyebutkan bagi Tiongkok isu vaksin terkait dengan prinsip kerja sama yang saling menguntungkan atau win-win cooperation.

"Di tengah pandemi, tidak ada satu negara pun yang dapat mengklaim kemenangan seorang diri. Tiongkok melihat isu vaksin dalam prinsip kerja sama yang saling menguntungkan, mengingat faktor kesehatan dan keselamatan dari banyak populasi itu saling terhubung," demikian editorial Xinhua.

Meskipun sikap Tiongkok terkesan anti monopoli vaksin, tentu perlu diwaspadai bagaimana dominasi Tiongkok dalam produksi anti virus dapat menjadikan banyak negara bergantung pada superioritas Tiongkok.

Baca Juga: Sarat Konflik Politik, Film 'Mulan' Terancam Diboikot di Tiongkok

Oleh karena itu, kemandirian dalam memproduksi vaksin, yang tidak seluruhnya bergantung pada Tiongkok, juga perlu diwujudkan. 

Ada satu adagium yang cukup terkenal untuk situasi semacam itu, yakni "There's no free lunch".

Artinya, sikap dermawan Tiongkok berbagi calon vaksin Covid-19 dinilai punya maksud lain yang perlu jadi perhatian banyak negara, termasuk Indonesia.***

Editor: Rahmi Nurlatifah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x