Korban Meninggal Dunia akibat Pandemi Covid-19 Mencapai Angka Satu Juta

- 29 September 2020, 21:37 WIB
ILUSTRASI virus corona.*
ILUSTRASI virus corona.* /

PR TASIKMALAYA - Data Universitas Johns Hopkins mengungkapkan, lebih dari satu juta orang telah meninggal akibat Covid-19.

Berdasarkan penghitungan hingga Senin, 28 September 2020, Amerika masih menjadi negara dengan jumlah korban jiwa terbanyak di dunia dengan lebih dari 200.000 kematian.

Diikuti oleh Brazil sebanyak 142.000, dan India 95.500, sejak virus corona ini pertama kali diidentifikasi akhir tahun lalu di Tiongkok.

Baca Juga: Sebut Nama Jaksa Pinangki, Jerinx SID Minta Sidang Digelar Offline

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, dalam sebuah video dan pernyataan tertulis yang dikirim tak lama setelah jumlah korban tewas yang dilaporkan mencapai 1 juta.

"Dunia kita telah mencapai tonggak sejarah yang traumati. Angka itu sungguh membuat mati rasa. Namun kita tidak boleh hilang pengawasan terhadap kehidupan setiap orang," kata Guterres.

Minggu lalu, ketika 7 juta kasus dikonfirmasi di AS, para ahli memperingatkan bahwa lonjakan kedua mungkin terjadi saat musim gugur dan musim dingin nanti.

Baca Juga: Pemkot Bandung Rela Turunkan Harga Sewa GBLA Khusus untuk Persib

Serta berpotensi menjadi bencana karena rumah sakit dapat dipaksa untuk menutup atau menghentikan pelayanan.

Sementara itu, situasi global saat ini tampak tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa pandemi akan mereda.

Negara-negara di seluruh dunia sedang mengalami gelombang baru infeksi, dan para ilmuwan kini tengah berupaya lebih keras untuk menghasilkan vaksin yang efektif.

Baca Juga: Pengamat Politik: Semakin Ditekan dan Dibusuki, KAMI akan Menjadi Besar

Organisasi Kesehatan Dunia telah memperingatkan bahwa jumlah kematian di seluruh dunia dapat mencapai angka dua juta sebelum vaksin berhasil dipergunakan secara luas, bahkan bisa lebih tinggi jika tanpa tindakan bersama untuk mengekang pandemi.

“Hal ini tidak bisa dibayangkan saja tetapi, sayangnya, sangat mungkin terjadi," kata Mike Ryan, direktur eksekutif Health Emergencies Program dari WHO, dalam jumpa pers hari Jumat, 25 September 2020.

Ryan menambahkan, ada banyak tindakan yang dapat kita ambil untuk mengendalikan penyebaran penyakit, bersamaan dengan kemajuan pengobatan yang dapat menekan jumlah kematian.

Baca Juga: Kehadiran KAMI Dapat Penolakan, Gatot Nurmantyo: Koyaklah Dadaku

"Pertanyaan sebenarnya adalah apakah kita siap, secara kolektif, untuk melakukan apa yang harus dilakukan untuk menghindari angka itu.

"Apakah kita siap untuk sepenuhnya terlibat dalam pengawasan, pengujian, dan penelusuran dalam mengelola risiko kita sendiri di antara masyarakat?," ujar Ryan.

Meksiko melakukan sedikit pengujian, dan banyak orang meninggal tanpa tes - yang berarti banyak kematian akibat virus korona tidak dikonfirmasi, berkontribusi pada penurunan jumlah yang signifikan.

Baca Juga: Wawancarai Kursi Kosong, Najwa Shihab Menunggu Kehadiran Menkes Terawan

Akan tetapi, berkebalikan dari Amerika Serikat dan negara-negara lain di mana pandemi telah menewaskan puluhan atau ratusan ribu orang, di Tiongkok, tempat pandemi berasal, jumlah kematian yang dilaporkan jauh lebih rendah.

Menurut angka dari komisi kesehatan negara itu, ada 4.634 kematian dan lebih dari 85.000 kasus sejak awal pandemi, hal itu membuat Presiden AS Donald Trump buka suara.

Trump menuduh bahwa Tiongkok berusaha menutupi wabah pada tahap awal, dan bahwa Beijing serta WHO tidak bertindak cukup cepat untuk menghentikan penyebaran virus secara global.

Baca Juga: Dua Ofisial dan Empat Pemain Persebaya Positif Covid-19

Pembatasan ketat yang diberlakukan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk mencegah penularan virus, pada saat yang sama mendatangkan malapetaka terhadap ekonomi global, merugikan pasar kerja dan bisnis di semua level.

Bank Dunia bahkan menyebut pandemi sebagai guncangan ekonomi terbesar yang pernah dialami dunia dalam beberapa dekade, dan memprediksi kontraksi lebih dari 5 persen dalam produk domestik bruto global di tahun 2020.

Perguruan tinggi di seluruh Amerika Serikat melaporkan ribuan kasus baru beberapa hari setelah pembukaan kembali bulan lalu, kondisi ini dipicu oleh para mahasiswa yang bersosialisasi dengan sedikit atau tanpa jarak sosial sama sekali.

Baca Juga: PKS Serukan Nonton G30S/PKI, Jazuli Juwaini: Bentuk Tolak Kekejaman PKI

Kemudian University of Wisconsin-Madison mendapat lebih dari 2800 kasus mahasiswa yang dikonfirmasi pada hari Jumat. Di Kansas State University, lebih dari 2200 siswa telah ditempatkan di karantina atau isolasi.

University of Missouri telah mencatat lebih dari 1500 kasus yang dikonfirmasi di antara mahasiswa sejak kelas dimulai.

Sedangkan Australia saat ini mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Kota terbesar kedua di sana yaitu Melbourne, telah semakin mengurangi lockdown yang diberlakukan setelah lonjakan kasus virus corona.

Baca Juga: Indonesia Masuki Zona Resesi, Berikut ini Arti Resesi dan Penyebabnya

Kota dan bagian-bagian pedesaan negara bagian Victoria di sekitarnya dikunci ketat bulan lalu, menutup sekolah dan bisnis yang tidak penting, memberlakukan jam malam malam dan melarang pertemuan publik. Pembatasan itu dijadwalkan akan dilonggarkan selama akhir pekan.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: NBC News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x