Sehingga, ada utang yang dibentuk sekarang bahwa itu baru dibayar 50 tahun yang akan datang.
“Jadi menggeser pembayaran utang, ke generasi yang akan datang,” sambung Muhammad Said Didu.
Said Didu kemudian menganalogikan, utang Indonesia seperti halnya seorang ayah yang memberikan rumah mewah kepada anaknya, namun rumah tersebut diperoleh dari hasil utang.
Singkatnya, anak tersebut dikemudian hari berkewajiban untuk membayar utang rumah mewah pemberian ayahnya tersebut.
“50 persen lebih pendapatan negara dipakai untuk membayar utang. Itu kemampuan membayar kita sangat rendah,” tutur Said Didu.
Baca Juga: Filipina Protes Soal Kapal Tiongkok, Hubungan Manila dan Beijing Diyakini Akan Semakin Memanas
Said Didu kemudian menjelaskan, kondisi yang dialami Indonesia biasanya dialami oleh negara dengan tax rasionya rendah, biasanya negara yang korupsinya tinggi.
“Itu terjadi kongkalikong antara pembayar pajak, penerima negara, dan penguasa,” kata Muhammad Said Didu.
Oleh karena itu, lembaga internasional sudah tidak mau lagi memberikan pinjaman utang kepada Indonesia.