Tanggapi Aksi Demo 1812, Staf Ahli Kominfo: Demo Bukan untuk Memaksa Negara

- 18 Desember 2020, 17:36 WIB
 Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto.
Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto. /@henrysubiakto/Twitter

PR TASIKMALAYA - PA 212 dan simpatisan Habib Rizieq Shihab (HRS) menggelar aksi demonstrasi pada hari ini Jumat, 18 Desember 2020.

Aksi ini digelar untuk menyampaikan beberapa tuntutan dan aspirasi simpatisan HRS kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan Habib Rizieq Shihab yang ditahan dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan di jalan Petamburan dan mengusut tuntas insiden FPI dengan Polisi di KM 50 Cikampek yang menewaskan 6 orang laskar FP.

Menanggapi hal tersebut, staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Henry Subiakto yang diketahui aktif memberikan tanggapan seputar isu-isu pemerintahan turut angkat bicara terkait demonstrasi yang terjadi di Ibukota Jakarta.

Baca Juga: Posisi Dirut Badan Pelaksanan Otoritas Danau Toba Kosong, Luhut Binsar Ungkap Harapannya

Melalui cuitannya yang diunggah pada Jumat, 18 Desember 2020, Henry menyebut bahwa DKI Jakarta maish menjadi wilayah yang ditandai sebagai zona merah karena banyaknya masyarakat yang terpapar Covid-19.

Ia menyebut bahwa aksi demonstrasi yang terjadi merupakan bentuk ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi tersebut. Bahkan, Henry juga menyebut hal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti emosi saja.

Henry melanjutkan mereka yang melakukan demontrasi dianggap tidak peduli bahkan tidak mau mengerti terkait bahaya Covid-19.

"Saat ibu kota dan sekitar zona merah karena banyak yang terpapar corona. Ada yang gak peduli, bahkan tidak mau ngerti. Mereka maunya hanya demonstrasi dan berkerumun ikuti emosi, resiko dibiarkan nanti," tulis Henry di akun Twitter miliknya dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com pada Jumat, 18 Desember 2020.

Masih dalam cuitan yang sama, Henry Subiakto juga menyinggung soal ibadah haji dan umroh yang masih dibatasi karena kondisi pandemi yang belum berakhir. Sehingga, ia mempertanyakan apakah dalam situasi saat ini demontrasi sudah lebih penting dari ibadah Haji.

Baca Juga: Mengaku Hendak Buat SIM, Ketua Pecinta Habib Bahar Ditangkap Polisi

"Padahal sekarang masuk Masjidil Harrom dan ke makam nabi saja dibatasi. Apa demo sudah lebih penting dari haji?," tulis Henry Subiakto.

Namun demikian, dalam cuitan sebelumnya Henry menyampaikan bahwa demontrasi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan aspirasi atau gagasan agar suara masyarakat dapat didengarkan dan diperhatikak.

"Demo adalah salah satu cara menyampaikan aspirasi atau gagasan, agar suara mereka terdengar dan diperhatikan", ungkapnya.

Namun, Henry juga menyebut bahwa disisi lain demo bukan merupakan suatu cara agar negara dapat mengikuti kehendak suatu pihak atau golongan tertentu.

Baca Juga: Luhut Binsar Berharap Investor dan Wisatawan Asal China Meningkat Khususnya di Kawasan Danau Toba

Masih dalam cuitan yang sama, Henry bahkan menyebut bahwa demontrasi yang memaksa itu melanggar hukum dan tidak menghargai masyarakat lain yang tidak mendukung demo tersebut.

"Demo bukan memaksa negara harus mengikuti kehendaknya, sampai bawa-bawa senjata. Demo yang memaksa itu melanggar hukum dan tidak menghargai rakyat lain yang tidak ikut dan tidak mendukung", ujarnya.

Lebih lanjut, Henry juga menyebut bahwa yang harus ditaati adalah suara rakyat dalam pemilu. Ia juga menyebut bahwa dalam dunia demokrasi aparat diperkenankan untuk menertibkan siapapun baik secara persuasi maupun secara fisik karena hal tersebut diperbolehkan oleh UU.

Baca Juga: Sinopsis Sweet Home, Serial Thriller Netflix Adaptasi Webtoon yang Tayang Hari Ini

"Dalam demokrasi tidak boleh ada pemaksaan yang dilakukan oleh individu/gerombolan orang. Yang harus ditaati itu suara rakyat yang dilembagakan dalam pemilu. Aparat dibolehkan UU menertibkan siapapun, baik secara persuasi maupun secara fisik. Ketegasan aparat agar semua ikut aturan itu dibolehkan UU," tegasnya.

***

 

Editor: Tita Salsabila


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x