3 Sikap Menghadapi Pandemi Covid-19 dari Sisi Sosial Ekonomi

8 Oktober 2020, 10:31 WIB
Ilustrasi pedagang di pasar /Doc Adang Purnomo

PR TASIKMALAYA – Pandemi Covid-19 ketika awal mewabah, membuat kesehatan masyarakat terancam.

Seiring dengan perkembangannya, penyebaran Covid-19 juga ternyata berimbas pada kondisi sosial ekonomi.

Sejak Maret hingga Oktober, terjadi pembatasan sosial dan mobilitas ekonomi di beberapa daerah di Indonesia.

Baca Juga: Kabar Baik! PLN akan Perpanjang Program Super Merdeka untuk UMKM dan IKM

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak buruk pada ekonomi masyarakat.

Kondisi seperti ini membuat masyarakat bingung dan perlu edukasi bagaimana cara menyikapi kondisi pandemi dari sisi sosial ekonomi mereka?

Wakil Sekretaris Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) Pusat, Dr. H. Ardito Bhinadi SE.MSi menjelaskan solusinya.

Baca Juga: Ingin Tidur Nyenyak? ini 10 Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dimakan Sebelum Tidur

Ardito mengimbau untuk mengambil sikap sabar dan tawakal serta senantiasa berdoa kepada Allah agar pandemi ini segera diangkat oleh Alloh SWT.

“Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki tanggung jawab sosial untuk saling membantu. Ada yang kena PHK, bisnis yang dijalankan macet, ada yang dirumahkan.

"Maka masyarakat yang mampu dapat membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi,” kata Ardito dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari laman LDII.

Baca Juga: Menaker Jelaskan Perlindungan Tambahan Bagi Buruh dalam UU Cipta Kerja

Hal itu disampaikan Dosen Universitas Veteran Yogyakarta tersebut dalam talkshow virtual dengan tema 'Menyikapi Pandemi dari Sisi Sosial Ekonomi', di pandu oleh Fachrizal Wicaksono, Rabu, 7 Oktober 2020.

Ketua DPP LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) itumenyampaikan tiga sikap yang harus dimiliki dalam kondisi seperti ini, yaitu:

Pertama, sikap bersedia untuk berkontribusi, masyarakat turut berkontribusi dari hal yang sederhana ialah mematuhi protokol kesehatan, edukasi terhadap masyarakat.

Baca Juga: 10 Manfaat Kunyit, Mampu Atasi Jerawat hingga Mencegah Penyakit Jantung

Kontribusi ini bisa dilakukan oleh berbagai lembaga non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi islam, organisasi keagamaan lainya.

Terkait dengan resesi yang terjadi di Indonesia akibat dari ekonomi yang minus. Kemampuan daya beli masyarakat yang menurun.

Masyarakat perlu diajak melek ekonomi ditengah pandemi, LDII melaksanakan program Literasi Ekonomi Web-Series Kewirausahaan dengan materi digital marketing, dan pembiayaan syariah sebagai modal bisnis.

Baca Juga: Profil Dalton Ichiro Tanonaka, Mantan Pembawa Acara TV yang di Eksekusi di Lapas Salemba

Program tersebut memberikan informasi bisnis yang potensial dari keterbatasan mobilitas yang dihadapi masyarakat.

“Kita perlu mengetahui faktor penyebab resesi, dimana penyebab resesi kali ini adalah akibat krisis kesehatan,” kata Ardito.

Akan tetapi berimbas pada mobilitas masyarakat.

Baca Juga: Masa Kampanye Pilkada 2020, Setiap Paslon Disarankan Buat Masker

“Pandemi covid-19 menyebabkan terjadinya keterbatasan mobilitas penduduk. Hal tersebut menyebabkan perusahaan melakukan pengurangan pegawai, pengurangan jam kerja,” ucap Ardito.

Terbatasnya mobilitas masyarakat juga berimbas pada kapasitas produksi yang menurun, begitupun jasa.

“Bisnis yang dahulu ramai menjadi tempat tongkrongan sekarang sepi. Ini adalah faktor yang menyebabkan penurunan kapasitas produksi, baik barang maupun jasa,” jelasnya.

Baca Juga: Heboh Gedung DPR 'Dijual' Murah di Toko Online, Demokrat: Memang Layak Diobral

Kedua, ialah sikap untuk mampu mengelola Dana Darurat. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki kemampuan untuk menyimpan uang.

Bahkan ada kalimat ‘untuk makan aja tidak cukup, apalagi buat disimpen’. Namun Ardito, mengatakan bahwa dana darurat ini ialah dana yang sudah disimpan sebelum di konsumsi.

Sedangkan kebiasaan di masyarakat, dana yang disimpan biasanya dana setelah dikonsumsi, dan ini keliru.

Baca Juga: Tampilkan Lee Dong Wook hingga Nam Joo Hyuk, Berikut 11 Drama Korea yang Siap Tayang Bulan Oktober

“Pendapatan kita sisihkan dahulu untuk tabungan dan keperluan sosial, baru sisanya kita konsumsi. Dengan pola diatas, kita akan memiliki cadangan aset, yang apabila sewaktu-waktu terjadi shock (seperti pandemi covid-19), kita masih memiliki aset cadangan untuk menutupi kekurangan tersebut,” tambahnya.

Ketiga, sikap yang harus dimiliki ialah sikap kepemimpinan, dalam menangani pandemi perlu sosok yang diikuti, dan mampu menentukan aturan yang terbaik bagi masyarakat.

“Ada lima hal yang dilakukan Umar bin Khattab dalam menangani wabah,” ujarnya.

Baca Juga: Tiket Kereta Api Dibanderol Mulai dari Rp 49.000, Cek Rute dan Harganya!

Pertama, Khalifah Umar bin Khattab membentuk tim khusus, yang mendata korban yang terdampak langsung atau terinfeksi dan mendata korban tak langsung, yakni mereka yang terimbas secara ekonomi.

Kedua, Umar bin Khattab memutus hubungan desa atau wilayah yang kena wabah dengan wilayah lain atau lockdown.

Ketiga, ia membangun pusat-pusat karantina, dengan mengisolasi warga di pegunungan yang hawanya relatif bersih dan jauh dari permukiman warga.

Baca Juga: LAN dan KPK Kerja Sama Berantas Korupsi, Begini Tanggapan Tjahjo Kumolo

Keempat, wilayah-wilayah yang tak terkena wabah diminta untuk mendistribusikan bantuan.

“Prinsipnya, Khalifah meminta suatu wilayah yang sumberdayanya surplus dialihkan ke wilayah lain yang kena musibah,” ucap Ardito

Kelima, dalam jangka pendek, Umar bin Khattab membangun ketahanan pangan dengan membuka jalur-jalur distribusi pangan.

Baca Juga: Apakah Jaga Jarak Dua Meter Efektif Cegah Penularan Virus Corona? ini Menurut Pakar

Kerja sama perdagangan pangan juga dilakukan dengan negara-negara di luar Hijaz.

Sementara untuk jangka menengah, Umar bin Khattab menghidupkan lahan-lahan tidur dengan membangun pertanian, dengan menanaminya kembali.

Catatan khusus, Umar dan para pembantunya sangat cakap dalam membangun irigasi.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: LDII

Tags

Terkini

Terpopuler