Cek Fakta: Hoaks Hantavirus yang Mematikan adalah Virus Baru di Tengah Pandemi Covid-19

28 Maret 2020, 11:44 WIB
Ilustrasi Tikus /Pikiran Rakyat/.*(foto Pikiran Rakyat)

PIKIRAN RAKYAT - Pandemi virus corona masih menjadi ancaman dunia, menyusul angka terinfeksi mencapai setengah juta, namun berbeda dengan Tiongkok, dikabarkan pergerakan Covid-19 disana mulai melambat.

Ketika pandemi virus corona mulai melambat di Tiongkok, beredar kabar virus baru malah muncul di negera tersebut.

Bermula dari artikel yang ditayangkan beberapa media online Indonesia, menyebutkan bahwa kemunculan virus baru di Tiongkok lebih mematikan hanya dalam hitungan beberapa jam, yaitu Hantavirus beredar memenuhi jagat maya.

Baca Juga: Tak Ada Penambahan Kasus Positif, ODP Covid-19 di Sulawesi Tenggara Mencapai 2.498 Orang

Seperti dilansir artikel media online yang berjudul 'Muncul Virus Baru di China Selain Corona, #Hantavirus Bisa Membunuh dalam Hitungan Jam' tayang pada 25 Maret 2020, berisi penjelasan atas kemunculan yang diklaim virus baru di dunia itu.

“Belum usai China (Tiongkok, red.) pulih dari hantaman Virus Corona COVID-19, muncul virus baru yang lebih mematikan. Ya, daya membunuh virus baru yang dijuluki Hantavirus ini ternyata lebih cepat, hanya dalam hitungan jam,” dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari tangkapan layar artikel tersebut.

Menurut artikel ini, ada seorang pria asal Provinsi Yunnan, Tiongkok, yang meninggal dunia karena terpapar virus Hanta ketika menaiki bus menuju Provinsi Shandong.

Akibatnya, seluruh penumpang lainnya harus menjalani tes. Lebih lanjut lagi, mengutip penjelasan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), menyebut bahwa virus Hanta menyebar lewat tikus dan lebih mematikan dari Covid-19.

Baca Juga: Dunia Tengah Hadapi Krisis Covid-19, Ecclestone Beberkan Nasib F1 Tahun ini

Orang terinfeksi akan mati hanya dalam hitungan jam. Tak hanya itu, artikel tersebut juga menjelaskan bahwa virus hanta tidak menular dari manusia ke manusia lainnya seperti corona virus saat ini, namun tetap saja kemunculannya yang bersamaan membuat dunia panik.

Namun setelah dilakukan penelusuran tim cek fakta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), klaim bahwa Virus Hanta adalah virus baru adalah klaim yang salah.

Dilansir artikel Global Times, virus yang menyebabkan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) ini pertama kali ditemukan pada tahun 1950 dan pernah mewabah di Amerika Serikat pada 1993.

Diketahui, virus ini berasal dari tikus dan menyebabkan beragam sindrom penyakit.

Baca Juga: Korea Selatan Prioritaskan Indonesia untuk Menerima Test Kit Covid-19

Selain itu, klaim yang menyebut manusia tidak dapat tertular dari manusia yang telah terinfeksi benar adanya, namun manusia dapat terinfeksi dengan cepat apabila terpapar urin, kotoran atau air liur dari tikus yang terinfeksi.

Dalam artikel yang tayang di Global Times tersebut juga diungkap cerita kematian seorang pria dari Provinsi Yunnan, Tiongkok, meninggal dunia akibat terinfeksi virus hanta ketika menaiki bus menuju Provonsi Shandong.

Dilansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), virus yang menyebabkan sindrom paru-paru ini mewabah di Amerika pada Mei 1993, di bagian barat daya tepatnya bagian Arizona, New Mexico, Coloradi dan Utah.

Bermula ketika seorang laki-laki dari Suku Navajo yang sehat secara fisik kemudian sesak napas dan dilarikan ke sebuah rumah sakit di New Mexico.

Baca Juga: Seorang Warga di Sukabumi Meninggal Mendadak, Pembawa Jenazah Disemprot Disinfektan

Namun, ia meninggal dengan sangat cepat. Setelah ditelusuri, beberapa hari sebelumnya, tunangan laki-laki tersebut juga meninggal setelah menunjukkan gejala yang sama.

Kantor Investigasi Medis (OMI) New Mexico pun menyisir seluruh wilayah AS bagian barat daya untuk mencari kasus serupa.

Dalam beberapa jam, OMI telah menemukan lima anak muda yang sehat secara fisik namun meninggal setelah mengalami gagal napas akut.

Beberapa minggu kemudian, para peneliti menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus Hanta. Penyakitnya pun diberi nama Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS).

Meskipun baru mewabah di AS pada 1993, menurut laporan CDC, HPS sebenarnya sudah pernah ditemukan puluhan tahun sebelumnya.

Baca Juga: 33 Kota di Indonesia akan Ikuti Aksi Earth Hour 2020 secara Virtual

Berdasarkan pemeriksaan sampel jaringan paru-paru dari orang yang meninggal karena sindrom gangguan pernapasan, kasus HPS paling awal adalah kasus seorang pria asal Utah yang berusia 38 tahun pada 1959.

Sebuah cuitan dari seorang ilmuwan Swedia Dr Sumaiya Shaik @Neurophysik, meminta masyarakat dunia untuk tidak panik, sebab meskipun virus ini bisa mematikan dalam waktu yang cukup singkat, akan tetapi penularannya tidak semudah corona virus.

"Tolong jangan panik, kecuali kamu berencana untuk makan tikus," tulis akun Twitter @Neurophysik.

Dilansir artikel New York Post, memperkuat bantahan klaim diatas, CDS AS telah melakukan penelitian dan mengatakan hantavirus jarang terjadi, tetapi memang tidak dipungkiri angka kematiaanya mencapai 38 persen.

Baca Juga: 33 Kota di Indonesia akan Ikuti Aksi Earth Hour 2020 secara Virtual

Lebih dalam lagi, gejala yang dirasakan memang hampir serupa dengan corona virus yaitu demam, sakit kepala, batuk hinga pneumonia berat atau sesak napas berat.

Sama halnya dengan corona virus, hingga kini hanta virus juga belum ditemukan obatnya, namun perawatan intensif dan penanganan yang cepat memungkinkan terjadinya kesembuhan.

"Tidak ada pengobatan khusus, penyembuhan, atau vaksin untuk infeksi hantavirus, CDC memperingatkan, mengatakan pasien sering membutuhkan perawatan intensif untuk membantu mereka melalui periode gangguan pernapasan parah," tulis artikel New York Times.

Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Meletus, Tinggi Kolom Capai 2.000 Meter

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun PikiranRakyat-Tasikmalaya.com, klaim bahwa hantavirus adalah virus baru yang muncul di tengah pandemi corona virus adalah keliru.

Virus ini telah ada sebelumnya dan tidak perlu panik karena tidak dapat menular dari manusia satu ke manusia lainnya.

Dapat disimpulkan klaim tersebut salah dan masuk dalam konten yang menyesatkan.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Tags

Terkini

Terpopuler