PIKIRAN RAKYAT - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya meminta kasus Delis menjadi bahan evaluasi untuk program-program sekolah.
KPAD meminta, jangan sampai ada program yang memberikan beban psikologis terhadap siswa khususnya dari kalangan tidak mampu.
Ketua KPAD Kota Tasikmalaya Eky S Baehaqi mengaku lega dengan terungkapnya kasus penemuan mayat Delis.
Namun Pihaknya pun sangat kecewa dan kaget karena siswi tersebut meninggal akibat dibunuh ayahnya.
“Mengerikan sekali, lagi-lagi kejahatan ayah terhadap anak,” ujar Eky, Sabtu 29 Februari 2020.
Eky mengatakan, kasus kematian Delis harus menjadi evaluasi untuk semua manajemen sekolah dalam pelaksanaan program atau kegiatan.
Baca Juga: Pencarian Korban Longsor Cisayong Penuh Resiko, Petugas Gabungan Bangun Jembatan Darurat
Dia mengimbau agar ada pencermatan terhadap anak-anak tertentu yang perlu mendapatkan perhatian.
“Perlu diingat bahwa tidak semua siswa berasal dari keluarga dengan ekonomi yang cukup atau lebih,” ujarnya.
Lebih lanjut, Eky mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan program study tour.
Akan tetapi seharusnya pihak sekolah pun harus membaca situasi dan kondisi anak didiknya.
"Karena kegiatan itu mengharuskan siswa atau orang tuanya membayar sejumlah uang. Nah persoalan uang itulah yang sangat sensitif, apalagi di dunia pendidikan,” terangnya.
Pola komunikasi pun menurut Eki harus ada perbaikan, di mana pembahasan study tour tidak perlu disampaikan kepada siswa.
Akan lebih baik jika langsung disampaikan kepada orang tua melalui komite.
“Karena kalau melalui anak, ini akan jadi beban psikologis untuk mereka yang orang tuanya sulit dalam hal ekonomi,” katanya.
Baca Juga: Berhenti Bersikap Kekanakan, Berikut 8 Tips yang Akan Membuat Lebih Dewasa dalam Hubungan
Meskipun banyak sekolah yang mengatakan bahwa kegiatan study tour atau sejenisnya itu tidak diwajibkan untuk diikuti, akan tetapi menurut Eky tetap tidak adil.
Di satu sisi anak dari keluarga tidak mampu berpotensi merasa minder di kalangan teman-temannya ketika tidak ikut.
“Jadi seolah program itu bukan untuk semua siswa, karena yang mampu saja yang bisa mengikuti,” katanya.
Jika di lihat dari kasus DS, korban merupakan anak dari keluarga broken home.
Selain secara ekonomi pun bisa di bilang bukan dari kalangan menengah ke atas.
Baca Juga: Dapat Terhindar dari Infeksi, Simak 6 Pengobatan Rumahan untuk Jamur Kuku pada Jari Kaki
“Kalau orang tuanya dari kalangan berada, dia tidak akan sampai memaksa meminta uang kepada orang tuanya,” terang Eky.
Terlepas dari urusan study tour, kasus Delis juga perlu menjadi evaluasi Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Sebab tidak bisa dipungkiri, masalah ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat yang masih rendah.
“Kalau semua sudah sejahtera, biaya study tour tidak akan menjadi masalah,” pungkasnya.***