“Ketika terjadi demonstrasi-demonstrasi, termasuk ketika memprotes UU Omnibus Law juga banyak kerumunan tapi juga berbeda perlakuannya,” sambungnya.
Adapun alasan Fadli Zon mengatakan bahwa tindakan polisi tersebut sebagai hal yang diskriminatif adalah sebagai berikut.
Pertama, menurutnya dalam konsep hukum di Indonesia terkait UU Karantina Kesehatan tidak mengenal istilah Klarifikasi.
Kedua, menurutnya Gubernur DKI Jakarta bukan pihak yang melanggar prokes, tetapi sebagai pengawas.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap Alasan Pemanggilan Anies Untuk Klarifikasi, Bukan Kriminalisasi
“Bukankah Gubernur DKI bukan pihak yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan, justru Gubernur DKI adalah pengawas dalam hal ini,” kata Fadli.
Sebagai pengawas menurutnya Anies Baswedan telah melakukan tugasnya, yaitu berupa pemberian sanksi denda sebesar Rp 50 Juta, dan telah di penuhi oleh Habib Rizieq.
Ketiga, UU Karantina Kesehatan pasal 90 sampai 95 menurutnya tidak dapat digunakan untuk pemidanaan dalam kasus kerumunan itu.
Dalam hal ini, karena UU yang disahkan pada 2018 itu tidak ada bayangan akan terjadinya pandemi pada tahun ini. Sehingga tidak bisa digunakan untuk pemidanaan dalam kasus kerumunan itu.
Baca Juga: Soal Kasus Kerumunan HRS, Polri Berencana Panggil Ridwan Kamil Untuk Lakukan Klarifikasi