Armada Perang AS-Tiongkok Masuk Laut China Selatan, Kapuspen TNI: Kita Tidak Berpihak Kemana-mana

11 Maret 2021, 08:10 WIB
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad. /Foto: tni.mil.id/Puspen TNI/

PR TASIKMALAYA - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI,  Mayjen TNI Achmad Riad menegaskan, TNI tidak memihak ke Tiongkok dan Amerika Serikat terkait polemik Laut China Selatan (LCS).

"Terkait dengan kebijakan posisi kita, karena kita menganut bebas aktif, maka kita tidak ikut mereka. Kalau dulu misalkan ada Nonblok, kalau yang jelas sekarang kita memiliki kebijakan negara kita sendiri.

"Sehingga kita tidak mengikut kemana-mana," kata Riad, Rabu, 10 Maret 2021 sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara.

Baca Juga: Jimly Asshiddiqie Kedatangan Tamu Pimpinan Demokrat, AHY: Terima Kasih Masukan dan Bimbingannya

Dengan prinsip itu, lanjut dia, maka TNI tidak mengambil sikap memihak terhadap AS maupun Tiongkok.

Jenderal bintang dua ini menjelaskan, Pemerintah Indonesia memiliki hubungan diplomasi yang sangat baik dengan seluruh negara.

"Kita tidak ikut atau berpihak kemana-mana, karena kita berhubungan baik dengan semuanya. Baik dengan NATO kita punya hubungan baik," katanya lagi.

Baca Juga: Bongkar Sikap SBY di Australia, Dipo Alam Sebut Nama Natalius Pigai, Ada Apa?

Hubungan yang baik Indonesia dengan seluruh negara dapat terlihat dari alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki TNI.

"Kita punya alutsista dari Amerika, Rusia, semua negara mana pun kita punya," ujarnya pula.

Riad juga mencontohkan diplomasi Indonesia dengan negara lain, yakni pengadaan vaksin Covid-19.

Baca Juga: Memohon hingga Berlutut Minta Polisi Tak Tembaki Demonstran, Biarawati Myanmar: Tembak Saya sebagai Gantinya

"Sebagai contoh kecil hasil diplomasi kita dengan negara lain terkait dengan vaksin, ini saya hubungkan dengan vaksin karena ada hubungannya dengan diplomasi juga, kita ada vaksin dari AstraZeneca (Inggris), ada Sinovac (Tiongkok)," katanya.

Namun demikian, ujar dia, TNI akan menjaga kedaulatan di sepanjang teritori Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan LCS.

Sebelumnya, anggota Fraksi PKB DPR Marwan Jafar meminta Pemerintah Indonesia harus terus melakukan dialog secara intensif dalam menyikapi masuknya armada kapal perang dari Tiongkok dan Amerika Serikat di LCS.

Baca Juga: Menyambut Isra Miraj, Pemerintah Dubai Melarang Minuman Beralkohol Disajikan Selama 25 Jam

Ia menilai pemerintah harus memberikan perhatian serius terkait meningkatnya tensi politik di LCS saat ini.

"Karena ini melibatkan negara adidaya, Indonesia harus bisa melakukan diplomasi yang 'lunak' supaya persoalan tidak berlarut-larut," ujarnya.

Dia menjelaskan, dengan munculnya armada-armada dari Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan, dalam rangka seaward harus menjadi perhatian serius Indonesia supaya saling memahami sekaligus bisa memahami komunikasi yang intensif.

Baca Juga: Semprot Pertamina, Luhut Binsar Panjaitan: Ngawur, Padahal Bisa Dibuat di Indonesia

Ketegangan di LCS akan memuncak karena persaingan Amerika Serikat dan Tiongkok.

Tetapi, suasana akan tetap terjaga jika negara-negara di Asia Tenggara tetap bersatu untuk mempertahankan status quo, kata Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana dalam sebuah sesi diskusi.

Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) terjebak di tengah-tengah rivalitas AS dan Tiongkok dan upaya mereka memperebutkan pengaruh di kawasan.

Baca Juga: RUU Pemilu Resmi Dicabut dari Daftar Prolegnas Prioritas 2021, Musni Umar: Keuntungan bagi Penguasa

Namun, ASEAN memiliki kemampuan untuk memelihara stabilitas di kawasan dan seluruh anggota perhimpunan harus menempuh cara yang sama, kata Lorenzana.

"Di mana ASEAN di tengah rivalitas negara-negara kuat? Visi Sentralitas ASEAN memang ada, tetapi yang terjadi justru sebaliknya," ujar dia.

"ASEAN, jika bersatu, maka akan memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi isu dan peristiwa di Laut China Selatan," tambah Lorenzana.

Baca Juga: Mengaku Muak dengan Pemberitaan soal ‘Dinasti Cikeas’, Dewi Tanjung: Semuanya hanya Pentingkan Urusan Pribadi

Untuk seorang menteri anggota ASEAN, pernyataan Lorenzana diyakini cukup lugas.

ASEAN cukup jarang berbicara mewakili perhimpunan untuk menentang militerisasi secara terang-terangan atau bersikap agresif.

Pasalnya, beberapa negara khawatir langkah itu akan membuat geram Beijing atau Washington.

Baca Juga: Heboh Wacana Revisi UU ITE, BIN Sampaikan Perlu Berbagai Pertimbangan Jika Hal tersebut Dilakukan

Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam memperebutkan wilayah di Laut China Selatan dengan Tiongkok.

Negara-negara itu, kecuali Brunei, sempat menghadapi kapal-kapal Tiongkok di batas wilayahnya.

Tiongkok tidak mengakui keputusan mahkamah arbitrase internasional pada 2016 yang membatalkan klaim Beijing bahwa kedaulatan wilayahnya membentang di sebagian besar wilayah LCS.

Baca Juga: Akan Ikuti 'Try-Out' SEA Games, Lima Atlet Pelantas Dayung Lakukan Vaksinasi Covid-19

Lorenzana mengatakan isu LCS jadi masalah utama yang dibahas Filipina bersama Jepang, Tiongkok, Australia, Prancis, dan Amerika Serikat, sejak Mei 2020.

"Apa makna dari pertemuan ini? Laut China Selatan penting untuk banyak negara," kata dia.

"Ketegangan di Laut China Selatan akan terus memuncak karena Tiongkok akan terus menuduh AS dan negara lain telah melakukan provokasi serta upaya melemahkan stabilitas di kawasan ... (ada tudingan) Barat berupaya menghentikan Tiongkok," terang dia.

Baca Juga: Atlit Bola Voli Putri Aprilia Manganang Dinyatakan sebagai Seorang Pria, Begini Tanggapan Menpora

Diketahui sebelumnya, Tiongkok telah meningkatkan jumlah patroli dan latihan militernya tahun ini, beberapa di antaranya digelar di pulau sengketa yang juga diklaim oleh Vietnam.

Sementara itu, AS mengerahkan kapal perangnya sebagai wujud dukungan terhadap lalu lintas perairan yang bebas.

AS dan Tiongkok saling tuduh masing-masing pihak sengaja membuat provokasi. ***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler