Salah Satu Pemilik Pondok Pesantren Berpotensi Ditetapkan Sebagai Tersangka kasus Kerumunan HRS

26 November 2020, 12:27 WIB
Pendiri Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (tengah), saat menyapa pengikutnya dalam kegiatan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. /ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/

PR TASIKMALAYA – Berdasarkan keterangan yang diberikan olej Kombes Pol CH Patoppoi, ada kemungkinan ditetapkannya tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada kerumunan Rizieq Shihab di Bogor.

‘Penyidik akan melakukan penyidikan, akan memberitahu kejaksaan, dan berproses sampai nantinya kegiatan gelar penetapan tersangka,” jelasnya seperti yang dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari ANTARA.

Patoppoi mengatakan, pihak yang berpotensi ditetapkan sebagai tersangka yaitu pihak penyelenggara kegiatan, yang mana merupakan pemilik lokasi Pondok Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah DPP FPI.

Baca Juga: Bukan Vaksin, Berikut Cara Efektif dan Murah untuk Obati Covid-19

“Kemungkinan yang melakukan pidana, istilahnya potensi suspect (tersangka) itu penyelenggara, atau mungkin berdasarkan alat bukti mungkin bisa ke pemilik atau pendiri pondok pesantren (jadi tersangka),” pungkasnya.

Kegiatan yang mengundang kerumunan orang tersebut terjadi di Pondok Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah DPP FPI, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.

Kegiatan tersebut berlangsung dan mengundang kerumunan warga ketika Rizieq Shihab datang di acara tersebut.

Selain itu, pihak kepolisian menduga bahwa pemilik pondok pesantren tersebut merupakan Rizieq Shihab. Pasalnya, Rizieq Shihab telah mendirikan pondok pesantren tersebut sejak tahun 2012 lalu.

Baca Juga: 3 Tokoh Dunia yang Berduka dan Doakan Kepergian Diego Maradona, Salah Satunya Paus Fransiskus

“Kita ditemukan diduga bahwa pemilik pondok pesantren itu adalah HRS (Rizieq Shihab), yang didirikan sejak tahun 2012. Upaya imbauan oleh Satgas Covid-19 tidak dipatuhi, jadi kegiatan tetap berlangsung,” jelasnya.

Berdasarkan peraturan Bupati Bogor, pondok pesantren diperbolehkan beroperasi namun tidak boleh menerima kunjungan.

Kegiatan yang mengundang kerumunan tersebut, dihadiri sekitar 3.000 orang. Oleh karena itu, kegiatan tersebut jelas-jelas telah melanggar protokol kesehatan.

Padahal, aturan yang diberikan Bupati Bogor sangat jelas, bupati Bogor mewajibkan adanya pembatasan jumlah pengunjung pada kegiatan tersebut, dengan kata lain jumlah pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas tempat yang tersedia atau sebanyak 150 orang.

Baca Juga: Resmi Divonis Tersangka Oleh KPK, Edhy Prabowo: Minta Maaf ke Ibu Saya dan Seluruh Masyarakat

“Penyidik telah memutuskan bahwa telah ditemukan dugaan peristiwa pidana, bahwa diduga ada upaya menghalang-halangi penanggulangan wabah, dan penyelenggara kekarantinaan kesehatan,” ujar Patoppoi.

Kegiatan tersebut melanggar Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan Pasal 216 KUHPidana.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler