Berlakukan Izin Karantina Wilayah, Pakar Sebut Empat Aspek Wajib Dilakukan Pemprov Jabar

31 Maret 2020, 14:28 WIB
ILUSTRASI lockdown, karantina, isolasi corona, COVID-19.* /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil resmi mengizinkan kepala daerah di 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat untuk melakukan Karantina Wilayah Parsial (KWP).

KWP atau penutupan wilayah dapat diterapkan untuk tingkat RT, RW, desa, kelurahan, hingga kecamatan. Selain itu, KWP ini hanya diterapkan saat terdapat penyebaran Covid-19 yang cukup masif.

"Saya sudah memberikan izin kepada kota/kabupaten untuk melakukan karantina wilayah parsial bila situasinya memburuk, jadi tidak ada istilah lockdown, tapi gunakan kata karantina wilayah parsial," kata Ridwan Kamil dalam konferensi pers di Gedung Pakuan, Kota Bandung pada Senin, 30 Maret 2020.

Baca Juga: Terbanyak di Dunia: Covid-19 di Italia Renggut 11.000 Jiwa, Pemerintah Perpanjang Lockdown

Namun demikian, karantina parsial dalam skala kota, kabupaten, maupun provinsi tetap dilakukan dengan izin Presiden Republik Indonesia (RI). Ini sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Karantina parsial tidak boleh di level kota, kabupaten, atau provinsi tanpa seizin presiden. Yang dibolehkan adalah karantina parsial jadi menutup sebuah RT, RW, desa, atau kelurahan hingga maksimal kecamatan, diperbolehkan jika daerah itu memberikan situasi ada penyebaran yang cukup masif," tutur Ridwan Kamil.

Baca Juga: Cek Fakta: Hoaks Anies Ubah Data Pasien Meninggal Akibat Covid-19, Guna Beri Efek Kejut

Ditegaskan Kang Emil, KWP yang dilakukan di tingkat RT, RW, desa, atau kelurahan hingga maksimal kecamatan itu, tidak boleh memunculkan pergerakan massa, terkecuali untuk pergerakan logistik dan kesehatan.

"Jadi kalau ada satu desa yang ditutup, semua tidak boleh ada yang kemana-mana kecuali untuk urusan jual beli pangan atau emergency kesehatan.

"Untuk pendistribusian pangan diserahkan kepada kepala daerah masing-masing, termasuk (skenario) terburuk disiapkan dapur umum," tegas Kang Emil.

Baca Juga: Polres dan Gugus Tugas Covid -19 Tasikmalaya Lakukan Penyemprotan Disinfektan Massal

Sejauh ini, Jabar sendiri tengah melakukan simulasi KWP di salah satu kecamatan di Kota Sukabumi. Ini dikarenakan terdapat lonjakan kasus positif Covid-19 dari hasil rapid test.

Berdasarkan 22 rapid test yang dilakukan di 27 kabupaten/kota se-Jabar, telah menghasilkan 300 orang yang dinyatakan positif virus SARS-CoV-2 dan jumlah paling banyak berasal dari Kota Sukabumi.

Lebih lanjut, Kang Emil memastikan, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar akan kembali melakukan tes kedua. Tes ini akan menggunakan swab metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk membuktikan keakuratan 300 orang tersebut.

Baca Juga: Walkot Tasikmalaya Bentuk Tim Covid-19 Tingkat RW, per-Kelurahan Mendapat Dana 1 Miliar

"Mereka akan dites kedua menggunakan PCR atau swab untuk lebih memastikan jangan sampai ada yang false positive, jadi (300-an orang) ini belum bisa kita laporkan ke pemerintah pusat.

"Dan paling besar, diluar dugaan kami paling banyak yaitu ada di Kota Sukabumi, dari seluruh kota/kabupaten di Jabar. Inilah pentingnya rapid test jadi ketahuan peta persebarannya," tambahnya.

Adapun berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (PIKOBAR) hingga Senin 30 Maret 2020 pukul 18:30 WIB, menghasilkan 149 orang positif Covid-19 di Jabar.

Baca Juga: Tak Terhalang Pandemi Covid-19, Proses Persidangan di Tasikmalaya Dilakukan Lewat VC

Selain itu, sejumlah 660 Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang masih dalam proses pengawasan dan total 5.293 Orang Dalam Pemantauan (ODP).

"Kami paling masif melakukan rapid test. Sebanyak lebih dari 22 ribu alat rapid test sudah disebar ke 27 daerah dan masih terus berlangsung (tes). Dari 22 ribu itu dilakukan tes secara door to door di fasilitas kesehatan dan drive-thru," kata Kang Emil.

Rupanya, keputusan Kang Emil itu disetujui guru besar Universitas Katolik Parahyangan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H.

Baca Juga: Update Virus Corona Selasa 31 Maret: Mendekati Angka 1 Juta Kasus dan Telan 37.000 Nyawa

Ia menilai, semua pihak harus mendukung Karantina Wilayah Parsial termasuk di Jabar. Penuturannya ini didasarkan pada penanganan Covid-19 dibutuhkan secara cepat.

Terlebih, Pemprov tidak bisa hanya menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah yang mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Oleh karena itu, kebijakan atau inisiatif daerah itu merupakan bentuk quick response dan emergency response.

"Jadi inisiatif daerah menurut saya bagus karena kita tidak bisa hanya menunggu itu (PP, red.), itu pun harus dipahami, dilaksanakan, dilihat dari konteks daerah masing-masing. Jadi ketika daerah sudah melihat (masalah) secara real, ada inisiatif untuk melakukan KWP," ucap Asep pada Senin, 30 Maret 2020.

Baca Juga: Soal Pembatasan Wilayah Tasik, Gugus Tugas Covid-19 Mulai Periksa Penumpang dari Luar

Apalagi Karantina Wilayah sudah dijelaskan dalam Undang-undang. Ini dibuktikan dalam UU. No. 6 Tahun 2018 yang menyebutkan Karantina Wilayah sebagai pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Asep menjelaskan, KWP dalam skala provinsi artinya tidak semua kabupaten/kota di Jabar melakukan karantina wilayah.

Baca Juga: Mitos atau Fakta? Membersihkan Dashboard Mobil dengan Alkohol Aman untuk Mobil

Dalam konteks kabupaten/kota, KWP yang dimaksud dengan parsial artinya hanya dilakukan di beberapa titik, baik itu RT, RW, desa, kelurahan, maupun kecamatan. Namun, Asep menegaskan bahwa kebijakan KWP di daerah harus dilakukan berdasarkan data.

"Nah, jadi penting betul dalam undang-undang tersebut disebutkan adanya rapid assessment terhadap lokasi, sebaran, kondisi kesehatan masyarakat, sarana-prasarana yang tersedia, hingga potensi penularan," ucap Asep.

Apabila KWP dilakukan, maka Asep menilai terdapat empat aspek yang harus dikaitkan dengan kebijakan tersebut. Pertama adalah memastikan kesehatan menjadi prioritas utama.

Baca Juga: Perkuat Kolaborasi dengan Negara G20, Indonesia Siap Lawan Covid-19

"Dalam arti petugasnya, perlindungan, tempat penampungan, hingga alat kesehatan. Jadi alokasi anggaran juga harus lebih banyak untuk kesehatan.

"Kedua, ketika ada kebijakan menutup, maka ada kewajiban pemerintah untuk penyediaan ekonomi dalam hal ini sembako. Jadi ketersediaan pangan ini minimal makanan yang bisa dikonsumsi sehari-hari itu harus tersedia," kata Asep.

Kemudian ketiga dilanjut terkait aspek sosial, budaya, dan keagamaan. Dalam arti lain, pemerintah harus memastikan tidak boleh ada kegiatan yang mengumpulkan orang banyak bersama-sama di satu tempat, termasuk ibadah di masjid dan gereja.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Selasa 31 Maret 2020: Awal Hari Capricorn Akan Terasa Begitu Membosankan

"Keempat, aspek wewenang pemerintahan. Artinya ada regulasi, ada aparatur penegak hukum, dan ada sanksi yang dikenakan agar masyarakat tidak melanggar. Kalau diabaikan, sama saja penutupan ini tidak ada artinya.

"KWP ini harus diapresiasi, harus didukung semua pihak. Jika masih ada kekurangan itu wajar, kita perbaiki. Semua demi kesehatan warganya. Ekonomi bisa diperbaiki, tapi nyawa tidak bisa diulang.

"Pastikan orientasi semuanya ini demi menjaga kesehatan, keamanan, dan kenyamanan masyarakat," tutup Asep dalam pernyataan yang dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com melalui situs resmi Pemprov Jabar pada 31 Maret 2020.***

 
Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Situs Resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Tags

Terkini

Terpopuler