Erdogan Bela Azerbaijan, Turki Gunakan Perang di Nagorno-Karabakh untuk Cari Tempat di Tatanan Dunia

7 Oktober 2020, 18:59 WIB
Presiden Recep Tayyip Erdogan. //PIXABAY//geralt

PR TASIKMALAYA – Dukungan Turki terhadap Azerbaijan dalam perang melawan Armenia menjadi pembeda negara-negara besar.

Hal ini juga mengakibatkan kekhawatiran pada negara sekutu NATO yang menuntut gencatan senjata.

Tetapi bagi Erdogan, ketegasan dan harga yang mahal untuk memperkuat strategi militernya di luar negeri untuk tetap mempertahankan dukungan di dalam negeri.

Baca Juga: Bukan Rumah Ataupun Tempat Umum, Bima Arya: Klaster Penyebaran Covid-19 di Perkantoran Paling Bahaya

Dukungannya pada Azerbaijan, merupakan upaya pencarian Turki untuk mencari tempat yang layak bagi negaranya dalam tatanan global.

Erdogan melihat peluang untuk merubah status quo atas Nagorno-Karabakh yang secara hukum internasional adalah bagian dari Azerbaijan.

Di mana Prancis, Amerika Serikat, dan Rusia yang selama ini memimpin upaya mediasi internasional dan Armenia yang mempertahankan kendali atas wilayah tersebut.

“Logika Turki dari semua sudut peta adalah gangguan. Apapun yang merusak status quo itu adalah baik untuk itu, karena status quo dianggap bertentangan dengan kepentingannya,” kata Galip Dalay selaku peneliti di Robert Bosch Academy.

Baca Juga: Ikuti Demo Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Pelajar dan Anak-anak Diamankan Pihak Polda Metro Jaya

“Di Nagorno-Karabakh ada konflik yang membeku di tangan Armenia. Turki ingin merusak permainannya meskipun tidak bisa menentukan semuanya, mengingat pengaruh tradisional Rusia di wilayah tersebut,” sambungnya.

Walaupun Armenia memiliki pakta pertahanan dengan Rusia, tetapi hubungan Turki dan Rusia baik-baik saja.

Selain itu, meskipun berbeda atas perang Nagorno-Karabakh, Turki dan Rusia berhasil mencegah konflik yang meluas.

Rusia, Amerika Serikat, dan Perancis telah menyerukan perdamaian di Nagorno-Karabakh.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Kembali Klaster Pesantren di Tasikmalaya, Dinkes Pulangkan Santri yang Sehat

Tetapi menurut Erdogan mereka telah mengabaikan krisis selama tiga dekade ini dan semestinya tidak memimpin perdamaian.

Turki mengatakan perdamaian abadi akan bergantung pada proposal yang dibuat untuk apa yang terjadi setelah konflik berakhir.

Pendirian Erdogan telah memperburuk perang kata-kata dengan Prancis yang populasinya banyak dari keturunan Armenia, tetapi diterima oleh partai-partai oposisi Turki.

"Semua konflik di luar sana meningkatkan persepsi bahwa Turki adalah negara yang dikepung, benar atau salah," kata Sinan Ulgen, ketua lembaga pemikir EDAM yang berbasis di Istanbul.

Baca Juga: Merasa Khawatir, Luhut Minta Waspadai Perubahan Cuaca dalam Penanganan Covid-19

"Pada akhirnya, ekonomi yang menentukan kontes politik," sambungnya.

Dua kontraksi ekonomi di beberapa tahun-tahun telah menghentikan upaya besar Erdogan.

Lembaga pemeringkat Moody mengatakan Turki beresiko mengalami krisis neraca pembayaran setelah penurunan sekitar 25 persen dalam lira pada tahun ini.

Ketergantungan Ankara pada impor gas dari Azerbaijan yang melonjak pada tahun ini menjadi pendorong untuk mengambil posisi yang tegas dalam konflik Nagorno-Karabakh.

Baca Juga: Ilmuwan Lain Sibuk Cari Vaksin Covid-19, 3 Penemu ini Justru Menangkan Nobel Fisika 2020

Selain itu, belanja pertahanan yang meningkat sekitar 16 persen pada tahun ini, atau sekitar 5 persen dari anggaran keseluruhan.

Anggaran militer Turki telah meningkat 90 persen dalam satu dekade.

Menurut pejabat kedua Turki, kampanye lintas batas yang dilakukan turki seperti di Suriah Utara, Irak, dan libya adalah prioritas bagi Erdogan.

"Baik pandemi maupun kemerosotan anggaran tidak akan menjadi hambatan bagi pengeluaran pertahanan," kata pejabat itu.

Baca Juga: Maskot Arsenal Dipecat, Mesut Ozil Tawarkan Pembayaran Penuh Gaji Sang Gunnersaurus

“Ini tidak disukai tapi itu wajib. Turki berada di lapangan dengan Amerika Serikat dan Rusia. Kami tidak bisa berpikir atau bertindak kecil," sambungnya.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler