Kian Brutal, Pasukan Bersenjata Militer Myanmar Tembaki 110 Warga, Termasuk 6 Anak-anak

28 Maret 2021, 15:00 WIB
Sebanyak 110 warga termasuk 6 anak-anak dibunuh pasukan bersenjata militer Myanmar pada Sabtu, 27 Maret 2021, menjadikannya sebagai hari paling mencekam sejak aksi kudeta.* /REUTERS / Stringer/REUTERS

PR TASIKMALAYA- Pada Sabtu, 27 Maret 2021, pasukan bersenjata Myanmar pro militer kembali menembaki sejumlah demonstran yang menuntut aksi kudeta di negara tersebut diakhiri.

Pada hari yang diperingati sebagai Hari Angkatan Bersenjata di Myanmar itu, pasukan bersenjata militer diketahui telah menembaki sebanyak 110 orang termasuk 6 anak-anak yang menentang aksi kudet tersebut dalam sehari.

Hari itu juga menandai sebagai hari paling mencekam sejak aksi militer melakukan kudeta pada  pemerintahan Myanmar 1 Februari 2021 lalu.

Baca Juga: Sebut Megawati Bersedia Lengser dari Ketum, Politisi PDIP: Beliau Sadar keniscayaan Perubahan dan Regenerasi

Seperti diketahui, militer telah berhasil melancarkan aski kudeta dalam mengambilalih kekuasaan pemerintahan Myanmar yang dipimpin oleh pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.

Bahkan dalam aksi kudeta tersebut, militer menangkap dan menahan Aung San Suu Kyi bersama dengan sejumlah pejabat pemerintahan Myanmar lainnya.

Aksi kudeta tersebut, bermula dari adanya kecurigaan militer terhadap Pemilu pada November tahun lalu yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Jelang Malam Nisfu Sya'ban Minggu 28 Maret 2021, ini Amalan dan Doa yang Dapat Dilakukan Umat Islam

Meski pihak penyelenggara Pemilu menilai bahwa tuduhan militer tersebut tidak berdasar dan berbukti, namun pada awal Februari, militer telah berhasil mengkudeta negara di Asia Tenggara tersebut.

Sejak negara tersebut dikudeta, tercatat sudah lebih dari ratusan korban yang berasal dari demonstran telah dilaporkan meninggal dunia akibat serangan pasukan bersenjata pro militer.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam judul artikel "Mencekam, dalam Satu Hari Junta Myanmar Bunuh 110 Orang Termasuk 6 Anak-anak", dikutip dari Radio Free Asia, junta militer pada Sabtu pagi hingga malam menembaki dan menangkap demonstran yang menewaskan 114 orang, termasuk enam anak.

Baca Juga: Terjadi Ledakan Bom di Gereja Katedral Makassar, HNW: Penting Diusut Tuntas Agar Tak Jadi Fitnah

"Kami mendapat konfirmasi bahwa 114 warga sipil telah tewas di 44 kota di seluruh #Myanmar di tangan angkatan bersenjata rezim kudeta. Jumlahnya termasuk 40 kematian di #Mandalay dan 27 kematian di #Yangon,” tulis cuitan oleh Myanmar Now, outlet berita domestik.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan sedikitnya 90 orang tewas pada hari Sabtu yang menjadikan korban tewas menjadi 423 sejak penggulingan Aung San Suu Kyi.

“Junta menembaki pengunjuk rasa damai sejak pagi hari, hari paling mematikan dalam 55 hari sejak kudeta. Banyak warga sipil, termasuk anak-anak, ditembak mati dan terluka,” kata AAPP dalam update hariannya.

Baca Juga: Viral! Terlihat Emosi, Seorang Guru TK Tega Banting Anak Muridnya

AAP juga menyebutkan protes demonstran ditekan oleh tembakan senapan mesin langsung di 40 negara bagian di seluruh negara berpenduduk 54 juta orang, termasuk di Yangon, Bago, Magway, Sagaing, Ayeyarwady, Mon, Kachin, dan Shan.

"Pasukan junta menembakkan senapan mesin ke daerah pemukiman, mengakibatkan banyak warga sipil, termasuk enam anak berusia antara sepuluh dan enam belas tahun, tewas," tambah AAPP.

Organisasi yang berbasis di Thailand itu juga menyebutkan seorang gadis berusia 13 tahun ditembak mati ketika berada dalam rumahnya di Mandalay.

Baca Juga: Tolak Isu Puan Maharani-Moeldoko di Pilpres 2024, Yan A Harahap: Apa Mau 'Dibegal' Juga?

Pembantaian itu terjadi setelah, televisi pemerintah memperingatkan demonstran akan ditembak di kepala atau punggung jika melakukan protes pada peringatan Hari Angkatan Bersenjata.

"Pada Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, pasukan keamanan membunuh warga sipil tak bersenjata, termasuk anak-anak, orang-orang yang mereka bersumpah untuk melindungi. Pertumpahan darah ini mengerikan,” kata Duta Besar AS Thomas Vajda dalam sebuah pernyataan.

"Ini bukan tindakan militer atau polisi profesional," ujarnya.***(Julkifli Sinuhaji/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Arman Muharam

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler