PR TASIKMALAYA - Sejak kudeta di Myanmar untuk menghancurkan oposisi pada 1 Februari 2021, terdapat 300 orang meninggal dalam aksi kudeta tersebut.
Sebanyak 90 persen korban yang meninggal ditembak mati oleh Pasukan Keamanan Myanmar dan separuh dari mereka ditembak di kepala.
Seorang juru bicara Junta menyebut, terdapat 164 pengunjuk rasa dan 9 anggota pasukan keamanan tewas pada Selasa, 23 Maret 2021 dalam aksi kudeta di Myanmar tersebut.
Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters, semua korban dalam aksi unjuk rasa kudeta Myanmar itu tidak dapat diverifikasi secara independen.
Terkait dengan pembunuhan yang dilakukan oleh Pasukan Keamanan Myanmar tersebut, mengundang reaksi kemarahan dari negara barat termasuk Amerika Serikat.
Tindakan untuk mematikan warga sipil juga telah dikecam oleh beberapa negara di Asia Tenggara yang sebelumnya menahan kritik mereka.
Baca Juga: Pemuda Muhammadiyah Dapat Lahan dari Jokowi, Rocky Gerung: Apa Urusannya Kepemudaan dengan Lahan?
"Kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan setiap hari," kata kelompok Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) nirlaba, yang telah mencatat terkait kematian serta hampir 3.000 orang ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman sejak kudeta berlangsung.
Sampai 25 Maret 2021, kelompok tersebut telah mencatat total kematian yang ada sebanyak 320 kematian.
Data menunjukan bahwa sebanyak 25 persen yang tewas diakibatkan karena tembakan pada kepala.
Baca Juga: Bongkar 'Akting' Nangis di Sidang HRS, Dewi Tanjung: Kalau Tidak Dilaporkan Mereka Semakin Liar
Banyak yang menimbulkan kecurigaan bahwa mereka sengaja menjadi sasaran pembunuhan.
"Semuanya menunjuk pada pasukan yang mengadopsi taktik tembak-menembak untuk menekan protes," kata Amnesty International awal bulan ini.
Junta menambahkan bahwa kekerasan yang berlebihan dan tindakan tersebut telah memenuhi norma internasional untuk menghadapi situasi ancaman bagi keamanan nasional.
Baca Juga: Jalani Sidang Tatap Muka, Argo Yuwono ke Simpatisan HRS: Jangan Langgar Prokes, Tetap Ada Batasannya
Berdasarkan data, hampir 90 persen korban yang meninggal adalah laki-laki dengan 36 persen korban berusia 24 tahun kebawah.
Korban termuda yang tercatat adalah Khin Myo Chit berusia tujuh tahun.
Khin Myo Chit dibunuh pada hari Selasa di kota Mandalay ketika berada di rumah bersama ayahnya.
Baca Juga: Anas Urbaningrum Disebut Masuk Pengurus Demokrat KLB, Rahmad: 'Sekolah' Dia di Bandung Belum Selesai
Untuk korban meninggal tertua adalah Win Kyi berusia 78 tahun.
Win Kyi tewas pada 14 Maret dan berada diantara 50 orang yang tewas di distrik Hlaing Thayar Yangon yang merupakan hari paling berdarah sejak Kudeta.***