Dianggap Cacat Hukum, Serikat Buruh Diajak Beri Masukan dalam Penyusunan PP UU Ciptaker

- 7 Oktober 2020, 12:47 WIB
Aksi mogok massal oleh buruh menolak Undang-undang Cipta Kerja di Pulogadung.
Aksi mogok massal oleh buruh menolak Undang-undang Cipta Kerja di Pulogadung. /Armin Abdul Jabbar/Pikiran-rakyat.com

PR TASIKMALAYA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengajak serikat pekerja atau buruh untuk duduk bersama dalam menyikapi UU Cipta Kerja.

Ida menyebut, serikat buruh dianggap perlu memberi masukan para pemangku kepentingan dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

"Saya mengajak kembali untuk duduk bersama, ada perintah untuk mengatur lebih detail dari UU Cipta Kerja ini,” kata Ida sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara, Rabu, 7 Oktober 2020.

Baca Juga: Minimarket Modern Kuasai Pasar, Pedagang Tradisional Sepi Pengunjung

Ida berharap, para pemangku kepentingan di sektor ketenagakerjaan dapat memberi masukan untuk PP dari undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober 2020.

“Mari, saya mengajak stakeholder ketenagakerjaan apakah pengusaha atau serikat pekerja/buruh kita duduk bersama untuk menyempurnakan kembali peraturan pemerintahn,” tambahnya.

Terkait buruh yang melakukan aksi mogok nasional menolak UU Cipta Kerja itu, Ida berharap, mereka dapat membaca undang-undang tersebut karena banyak aspirasi pekerja yang sudah diakomodasi di dalamnya.

Baca Juga: Berikut Profil Benny Kabur Harman, Wakil Fraksi Demokrat yang Mau Diusir Karena Tolak RUU Ciptaker

"Banyak berita yang beredar di kalangan teman-teman pekerja atau buruh yang jauh dari kenyataannya," lanjut Ida.

Menurut Ida, banyak tuntutan buruh yang sudah diakomodasi dalam UU Cipta Kerja karena itu aksi turun ke jalan yang dilakukan pekerja menjadi tidak relevan.

Selain itu, rancangan UU Cipta Kerja yang diserahkan ke DPR ialah hasil dari pendalaman dengan Tripartit Nasional yang melibatkan serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan akademisi.

Baca Juga: Kampus Merdeka dari Kemendikbud, Upayakan Lulusan Sarjana dengan Kompetensi Daya Saing di Masa Depan

"Saya berharap teman-teman lihat kembali, baca kembali UU Cipta Kerja ini," ucapnya.

Sebelumnya, sekitar dua juta buruh di berbagai provinsi di Indonesia melakukan aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR.

Aksi tersebut dimulai hari ini dan berlangsung sampai 8 Oktober 2020.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Tasikmalaya, 7 Oktober 2020: akan Cerah Berawan Sepanjang Hari

Sikap positif dari pemerintah perlu ditanggapi positif juga. Namun bisa dilihat dari sudut pandang ini, sebagai perwakilan pekerja Indonesia.

Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menilai, Undang Undang Cipta Kerja cacat secara formal dan cacat material.

Sekertaris Jenderal DPP KRPI, Saepul Tavip menyatakan, sejak awal rencana pembuatan UU Cipta Kerja hingga disahkan, UU ini memang penuh kontroversi di tengah masyarakat.

Baca Juga: Kecewa dengan DPR Soal RUU Cilaka, MUI: Lebih Bela Pemilik Capital Dibanding Kepentingan Rakyat

Hingga klaster ketenagakerjaan yang terakhir dibahaspun, masih menuai penolakan keras dari kalangan Serikat Pekerja.

"Dari sisi formil, sejak diumumkan Presiden tentang rencana pembuatan UU Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law. Pemerintah tidak terbuka untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan RUU Cipta Kerja tersebut," kata Saepul dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari RRI, 7 Oktober 2020.

DPR dan Pemerintah telah bersepakat mensahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu.

Baca Juga: Gunakan Lantunan Hadist sebagai Lagu Peluncuran Produk Lingerie, Rihanna Dikecam Habis Netizen

"Pemerintah hanya melibatkan kalangan pengusaha untuk membuat draft RUU Cipta Kerja ini, hingga diserahkan ke DPR," lanjutnya.

Padahal, Pasal 96 UU No. 12 tahun 2011 mengamanatkan adanya pelibatan masyarakat dalam proses pembuatan suatu UU. Akan tetapi dalam kenyataannya, pembahasan RUU Cipta Kerja, masyarakat tidak dilibatkan.

"Pasal 96 UU No. 12 tahun 2011 mengamanatkan adanya pelibatan masyarakat dalam proses pembuatan suatu UU.

Baca Juga: Beri Ucapan Ultah Lucu untuk Suami, Atalia Kamil: dari Rambut Sorodot Gaplok Kini Serepet Stock on U

“Oleh karenanya Pemerintah dan DPR harus melibatkan masyarakat dalam pembuatan UU Cipta Kerja namun dalam pelaksanaannya masyarakat tidak dilibatkan," tambahnya.

Sejumlah pasal yang sudah disepakati di tingkat Panja ternyata berbeda hasil dengan isi pasal UU Cipta Kerja yang disahkan.

Misal Pasal 59 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pasal 66 tentang alih daya (outsourcing).

Baca Juga: Perseteruan AS dan Tiongkok Memanas, Taiwan Tingkatkan Tindakan Militer

Dalam pembahasan RUU Cipker di tingkat Panja, telah disepakati untuk kembali ke UU 13/2003. Tapi di UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin, ternyata berbeda dengan isi kesepakatan Panja.

"Sehingga terindikasi ada pihak yang sengaja membelokkan poin-poin kesepakatan Panja," katanya.

Dari sisi materiil, UU Cipta Kerja sarat dengan semangat fleksibilitas yang memastikan penurunan perlindungan terhadap pekerja.

Baca Juga: Langkah DPR Percepat RUU Cipta Kerja Dipertanyakan, MPR: Tanda Aspirasi Rakyat Kecil Tak Didengar

Dihapuskannya syarat PKWT maksimal 3 tahun, dan sekali perpanjangan PKWT, dan dibebaskannya outsourcing akan memastikan semakin banyak pekerja yang diperlakukan dengan sistem PKWT dan outsourcing.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: RRI ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x