"Sementara studi Pfizer memeriksa 38.000 pasien, jadi empat kasus Bell's palsy disebut berada dalam insiden normal yang diamati," ungkapnya.
Masalah serupa muncul beberapa dekade yang lalu, ketika beberapa kasus orang di tempat terpencil mengembangkan Bell's palsy selepas memperoleh vaksin flu.
Tetapi, tidak ada hasil observasi yang dapat menentukan keterkaitan antara vaksin flu dan Bell's palsy.
Baca Juga: Sebut Ormas di Jakarta Sering Buat Kegaduhan, Kapolda Metro: Hukum Harus Ditegakkan
Lantas, apakah kita mesti mengkhawatirkan vaksin Covid-19 yang mengakibatkan Bell’s Palsy? Menurut Jason, barangkali tidak, karena tidak ada bukti keterkaitan yang ditemukan.
Ia berkata bahwa jumlah subjek observasi yang sedikit diketahui telah membuat kondisi ini mengerdilkan ratusan ribu orang yang masuk ke dalam daftar uji coba penelitian.
Apabila Bell's palsy dialami, terkadang penderita memerlukan penutup jika otot kelopak mata tertahan atau kelopak mata sama sekali tidak mampu untuk menutup.
Baca Juga: Tempat Ikonik Basilica Cistern di Istanbul Nyaris Runtuh
Karenanya, kita diharuskan untuk menjaga mata agar senantiasa lembab dengan meneteskan obat mata dan menjaganya dari kotoran dan cedera, khususnya di malam hari.
NINDS juga menyarankan penggunaan obat analgesik seperti aspirin, asetaminofen, atau ibuprofen untuk mengurangi rasa sakit, serta terapi seperti terapi fisik, pijat wajah.