Pemerintah Tegakkan UU ITE, Refly Harun: Negara Selalu Ikut Campur Melalui Tangan Penegakkan Hukum

- 4 Desember 2020, 11:30 WIB
Ustadz Maaher At-Thuwailibi (Twitter.com/@ustadzmaaher)
Ustadz Maaher At-Thuwailibi (Twitter.com/@ustadzmaaher) /Twitter.com/@ustadzmaaher

PR TASIKMALAYA - Indonesia kembali dihebohkan dengan penangkapan Soni Eranata atau yang lebih dikenal dengan Ustadz Maaher At-Thuwailibi.

Pasalnya Ustadz Maaher At-Thuwailibi ditangkap atas dugaan kasus pelanggaran ujaran kebencian melalui media sosial Twitter.

Soni ditangkap atas pelanggaran Pasal 45 Ayat (2) Jo, Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca Juga: Perkuat Sekularisme Lewat UU Baru, Pemerintah Prancis akan Tutup 76 Masjid Diduga Bagian Separatisme

Penangkapan yang dilakukan berdasarkan kepada laporan polisi dengan nomor LP/B?0677/XI/2020?Bareskrim tertanggal 27 November 2020.

Menanggapi hal tersebut, Refly Harun selaku ahli hukum tata negara dan pengamat politik berpendapat, penegakkan Undang-Undang ITE belum tepat.

“Negara ini menurut saya, masih sangat bermasalah dalam hal penegakan UU ITE, jadi maksud Undang-Undang itu adalah untuk melindungi, katakanlah konsumen, melindungi warga negara, dan dari kejahatan-kejahatan melalui dunia siber, misalnya tipu-menipu dan lain sebagainya,” tuturnya.

Pasalnya, UU ITE kini digunakan pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politiknya.

Baca Juga: Tengah Bergejolak, Google Justru Apresiasi Papua Melalui Doodle

“Tapi yang terjadi, justru ini menjadi alat ampuh bagi penguasa, bagi siapapun yang berada di lingkaran kekuasaan, atau dekat dengan kekuasaan, justru untuk membungkam lawan-lawan politiknya,” pungkasnya.

Bahkan menurutnya, korban dari belum tepatnya penegakkan hukum ITE jumlahnya sudah banyak.

“Korbannya ya sudah banyak ya. baik aktivis politik maupun aktivis dakwah, dan selalu ada pertanyaan mengenai equality before the law, kesamaan di dalam hukum dan pemerintah,” tandasnya.

Refly juga menyayangkan, mengapa yang diduga melanggar ITE biasanya langsung ditangkap, tanpa dilakukan pendekatan perdata.

Baca Juga: Kemensos Berikan Bantuan dan Dukungan Psikososial Bagi Korban Teror Sigi

“Kesamaan di depan hukum, kalau saya pribadi apakah iya perlu ditangkap? Apakah tidak pendekatannya perdata saja?? Kalau ada orang yang mengadu ke Bareskrim, ya tinggal direkonsiliasi, dipanggil orang yang diadukan, lalu direkonsiliasi misalnya, nih ada pengaduan bagaimana, apakah kalian mau saling memaafkan atau tidak?” tuturnya.

Karena menurutnya, kalau langsung ditangkap negara bisa subjektif dalam melakukan tindakan.

“Tapi kalau langsung penangkapan, maka yang terjadi adalah seperti campur tangan dalam konflik antar sesama anak bangsa sesungguhnya, nah ini berbahaya, karena negara bisa subjektif dalam melakukan tindakan, ada yang diproses, ada yang tidak, ada yang ditangkap, ada yang tidak,” tandasnya.

Lebih lanjut Refly menegaskan, apa yang dilakukan negara kini terlalu ikut campur dengan dalih penegakkan hukum.

Baca Juga: Kaya Vitamin C, ini Segudang Manfaat Buah Naga yang Tak Boleh Dilewatkan

“Karena negara selalu ikut campur melalui tangan penegakkan hukum,” ujarnya.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah