Kepala Daerah Akan Dicopot Soal Prokes, DPRD Minta Mendagri Diskusi dengan Ahli Hukum Tata Negara

19 November 2020, 19:39 WIB
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. /ANTARA/Puspen Kemendagri

PR TASIKMALAYA - Setelah pencopotan dua Kapolda terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad di Petamburan beberapa waktu lalu, kini isu tentang pencopotan Gubernur mulai muncul ke permukaan.

Diberitkan PikiranRakyat-Tasikmalaya.com sebelumnya, mantan politisi partai Demokrat Ferdinand Hutahean telah menuliskan sebuah cuitan tentang permintaan kepada Mendagri Tito Karnavian untuk mencopot jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai pihak yang dianggap harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

"Halo pak Tito dan DPRD DKI, ini belum cukup untuk menonaktifkan Anies Baswedan? Melanggar, mengabaikan aturan yang dibuat sendiri?" ujar Ferdinand Hutahaean.

Baca Juga: Kasus Pelanggaran Prokes HRS di Jabar, Ridwan Kamil Siap Penuhi Panggilan Bareskrim Polri

Berkaitan dengan itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik menyebutkan bahwa harus ada diskusi dari para ahli hukum tata negara terkait instruksi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengenai pencopotan kepala daerah yang tak taat protokol kesehatan.

"Saya kira harus ada diskusi mendalam para ahli hukum tata negara. Kan ada syarat-syarat tertentu untuk mencopot gubernur. Saya kira ada UU, karena itu harus ada diskusilah," ujar Taufik Kamis, 19 November 2020 dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dalam Antara.

Menurutnya, diskusi para ahli tata negara ini, adalah untuk mengingatkan ada beberapa syarat soal pencopotan kepala daerah yang diatur dalam perundang-undangan.

"Apakah instruksi itu kemudian melebihi UUD atau nggak. Itu yang saya kira kita harus diskusi dulu. Jadi para ahli tata negara dikumpulkan, ini ada UU Pilkada, UU Pemerintahan Daerah. Kan ada syarat untuk mencopot gubernur," ungkap Taufik.

Baca Juga: 7 Benda yang Ternyata Bisa Dicuci di Mesin Cuci, Mulai Sepatu Kanvas hingga Mainan

Dengan demikian, Taufik mengharapkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak asal copot kepala daerah termasuk Gubernur Anies Baswedan sebelum dicari tahu terlebih dahulu letak kesalahannya.

"Saya tidak tahu apa boleh mencopot gubernur karena mengabaikan kerumunan atau protokol kesehatan. Kan mesti dicari dulu letak kesalahannya. Saya kira Mendagri nggak main asal copot aja," ujar Taufik.

Menurut Taufik, Instruksi Mendagri tidak bisa digunakan untuk menjatuhkan sanksi terhadap Anies setelah terjadinya kerumunan massa Rizieq Shihab di Petamburan hari waktu lalu karena instruksi tersebut keluar setelah kejadian di Petamburan pada 10 dan 14 November 2020.

"Instruksi kan tidak bisa berlaku surut," kata Taufik.

Baca Juga: Gal Gadot Ungkap Bahagia Soal Film Terbarunya, Patty Jenkins: Dia Adalah Wonder Woman Sejati

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian merespons terjadinya kerumunan massa di daerah akhir-akhir ini.

Tito menerbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan (prokes) kepada kepala daerah untuk mengendalikan virus Covid-19.

Berkaitan dengan beberapa daerah yang terjadi kerumunan besar akhir-akhir ini dan seolah tidak mampu menanganinya, maka Mendagri mengeluarkan instruksi tentang penegakan prokes.

Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, 18 November 2020 mengatakan, "Di sini menindaklanjuti arahan Presiden pada Senin lalu untuk menegaskan konsistensi kepatuhan (pencegahan) Covid dan mengutamakan keselamatan rakyat."

Instruksi Mendagri akan dibagikan kepada seluruh daerah. Tito mengingatkan sanksi pemberhentian kepala daerah jika melanggar ketentuan.

Baca Juga: Update Virus Covid-19 Kabupaten Tasikmalaya 19 November 2020, Total Kasus Positif 257 Orang

"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian. Ini akan saya bagikan, hari ini akan saya tanda tangani dan saya sampaikan ke seluruh daerah," ujar Tito.

Tito meminta seluruh kepala daerah menaati segala peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

"Kalau kita lihat UU Nomor 12 Tahun 2012 yang diubah jadi UU No 15 Tahun 2019 tentang peraturan perundang-undangan, di antaranya termasuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, itu termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan dan, kalau itu dilanggar, sanksinya dapat diberhentikan sesuai dengan Pasal 78," terang Tito Karnavian.***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler