Pulihkan Mental Korban Insiden Teroris Sigi, KPPPA Dorong Anak dan Perempuan untuk Bangkit

11 Desember 2020, 11:05 WIB
Tim psikolog Biro SSDM Polri dan tim psikolog SDM Polda saat melakukan dukungan psikososial kepada korban kekerasan yang diduga dilakukan oleh teroris MIT Poso, di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat, 4 Desember 2020. /Sulapto Sali/Antara

PR TASIKMALAYA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (KPPPA) memperjuangkan penyembuhan mental korban teroris di Sigi.

Seperti diketahui, ada banyak kelompok rentan, seperti perempuan dan anak yang menjadi korban insiden teroris di Desa Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.

"Kami sangat prihatin terjadinya peristiwa tersebut, di mana satu keluarga harus kehilangan nyawa, tentu sangat berdampak buruk bagi perempuan anak-anak khususnya, dan masyarakat sekitar umumnya," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPPA, Vennetia R. Danes.

Baca Juga: Llyod Austin, Orang Kulit Hitam Pertama yang Jadi Menteri Pertahanan AS

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Antara, hal itu disampaikan Vennetia dalam pertemuan koordinasi Pokja Perlindungan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Konflik Sosial (P3AKS) di Palu, Kamis, 10 Desember 2020.

Tindak kekerasan di Lemban Tongoa mengakibatkan hilangnya sosok suami sebagai tulang punggung keluarga bagi para istri, selain itu, anak-anak kehilangan orang tua yang menjadi tempat mereka bernaung.

"Oleh karena itu kami bersama seluruh pihak yang tergabung dalam P3AKS segera melakukan pemulihan melalui pencegahan, penanganan, pemberdayaan, dan partisipasi anak," katanya.

Baca Juga: Jason Momoa dan Warner Bros Hadiahkan Trisula Aquaman untuk Penggemar Penderita Kanker

Vennetia menjelaskan, berdasarkan unsur pencegahan guna menambah pemahaman dan peran masyarakat, pemerintak daerah, lembaga adat, FKUB, media massa, unit pelayanan perempuan dan anak dalam meningkatkan potensi kelembagaan P3AKS.

"Intinya adalah suara perempuan, yang seharusnya menjadi patokan penting di dalam melihat posisi perempuan yang cenderung hilang di dalam situasi konflik. Seringkali suara, pandangan, pendapat perempuan tidak muncul karena adanya proses marjinalisasi," ujarnya.

Di samping itu, terkait penindakan menyangkut usaha untuk mengetahui nasib kaum perempuan serta bagaimana mereka bertahan saat konflik terjadi, dan memeriksa capaian kebijakan yang menaungi perempuan dan anak.

Baca Juga: AC Milan vs Sparta Praha: Rossoneri Puncaki Klasemen Akhir Grup H Liga Eropa

Sehubungan dengan pemberdayaan, pada hilirnya pemberdayaan membentuk perempuan untuk menjadi wakil perdamaian pada sebuah konflik.

"Karena umumnya dua belah pihak yang berseteru dapat lebih menerima kehadiran perempuan untuk bernegosiasi mencapai kesepakatan dalam perjanjian perdamaian," tutur Vennetia.

Kemudian, pemberdayaan juga merupakan usaha untuk menguatkan hak asasi, mengembangkan kualitas hidup dan keterlibatan perempuan dan anak dalam menciptakan perdamaian.

Baca Juga: Tekan Angka Kasus Covid-19, Pilkades Kabupaten Bekasi 2020 Ditunda Seminggu

"Olehnya pemberdayaan perempuan korban kekerasan di daerah konflik diarahkan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi perempuan dapat berkembang, berusaha dan mencari nafkah sendiri dan tidak bergantung pada orang lain, yang disesuaikan dengan program peningkatan ekonomi masyarakat," pungkasnya.

Menyangkut keterlibatan anak, Vennetia menjelaskan keikutsertaan anak dalam menyampaikan pemahaman terhadap anak sedari dini supaya dapat memiliki hidup yang damai.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler