Harga Cabai Terjun Bebas Capai Rekor Terburuk dalam Dunia Pertanian, Ambyar dan Menyesakkan Hati

- 15 Mei 2020, 11:51 WIB
SEJUMLAH petani cabai keriting di kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya tengah memilih cabe yang baru mereka panen.*
SEJUMLAH petani cabai keriting di kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya tengah memilih cabe yang baru mereka panen.* //Aris MF/KP

Hal serupa dialami H. Pepen Supriatna, petani cabai TW di Kampung Lewisari, Kelurahan Leuwiliang, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya.

Cabai TW yang biasa banyak dipakai untuk membuat masakan 'besengek' pada momen khas hajatan, juga diterjun bebas di harga Rp 2.000 per kilogram.

Baca Juga: Libatkan Tiga Perusahaan dari Jepang, Workshop Penyusunan KTSP SMKN 2 Tasik Digelar secara Online

"Saat ini, yang menggelar hajatan yang dibarengi resepsi kan tidak ada. Otomatis permintaan akan cabai juga sangat minim," kata Pepen.

Harga rendah sebelumnya terjadi sekitar tahun 2013, di mana kala itu harga cabai merah mencapai Rp 3.500 per kilogram. Namun, kata Hendi, saat itu ancurnya harga cabai hanya berlangsung tidak lebih dari satu bulan.

Akan tetapi saat ini, ujar Hendi, harga rendah itu sudah bertahan lama yakni terhitung lebih dari bulan lalu. Hendi bercerita, tren penurunan harga dimulai Maret lalu.

Baca Juga: Isyaratkan Putus Hubungan dengan Tiongkok, Trump Enggan Bicara dengan Xi Jinping

"Saat itu, harga masih lumayan yakni Rp 3500 per kilogram. Nah, saat diberlakukan karantina wilayah, harga turun drastis hingga tembus Rp. 6.000 dan setelah PSBB, makin anjlok jadi Rp 2.000," kata Hendi.

Kebijakan pemerindah dalam penanganan pandemi Covid-19 tersebut membuat para petani cabai tidak bisa menggapai target pasar andalan mulai pasar Caringin, Gede Bage, Jakarta, Cikurubuk, Manonjaya dan lainnya.

Sebab dengan PSBB, selain kegiatan hajatan yang berkurang, sebagian besar rumah makan serta pelaku usaha kuliner juga ikut tutup.

Halaman:

Editor: Suci Nurzannah Efendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah