Ditahan di Rutan KPK, Berikut Penjelasan Dugaan Kasus Suap Wali Kota Tasikmalaya

23 Oktober 2020, 21:59 WIB
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman saat meninggalkan kantor KPK usai diperiksa di Jakarta. /Antara Foto/Sigid Kurniawan/

PR TASIKMALAYA - Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman (BBD), resmi ditahan oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat, 23 Oktober 2020.

Penahanan tersangka Budi Budiman terkait kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Nurul Ghufron di Gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Oktober 2020.

Baca Juga: Gagal Jangkau Sasaran Ekonomi, Negara Berpendapatan Menengah Semakin Dekat

“Untuk kepentingan penyidikan, setelah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 33 orang dan 2 orang ahli, KPK melakukan penahanan tersangka BBD selama 20 hari terhitung sejak tanggal 23 Oktober 2020 sampai dengan 11 November 2020 di Rutan KPK Cabang Gedung ACLC KPK Kav. C1 (Gedung KPK Lama)," jelas Nurul Ghufron.

Meski demikian, proses penahanan dalam kondisi pandemi saat ini harus melalui protocol kesehatan berupa isolasi mandiri.

“Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19, tahanan akan terlebih
dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK tersebut,” jelasnya.

Baca Juga: Transparansi Revisi UU Minerba, Arteria: Silakan Buka Website DPR RI

Penyidik KPK sebelumnya telah menetapkan Budi Budiman sebagai tersangka sejak 26 April 2019.

Perkara ini merupakan hasil pengembangan perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 yang diawali dengan OTT pada 4 Mei 2019 di Jakarta.

Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan uang Rp 400 juta dan juga sejauh ini telah menetapkan 6 (enam) orang tersangka.

Baca Juga: Kebakaran Gedung Kejagung Berasal dari Rokok, Kuli Bangunan jadi Tersangka

Keenam tersangka itu masing-masing adalah Amin Santono mantan Anggota Komisi XI DPR RI,  Eka Kamaluddin pihak swasta perantara suap.

Serta, Yaya Purnomo mantan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Selanjutnya ada Ahmad Ghiast pihak swasta atau kontraktor), Sukiman mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019), Natan Pasomba mantan Pelaksana Tugas (Plt) dan Pejabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua.

Baca Juga: Bareskrim Tetapkan 8 Tersangka dalam Kebakaran Gedung Kejagung, Satu Diantaranya Dirut

Mereka telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Diketahui, konstruksi perkara kasus ini berawal pada tahun 2017 ketika Budi Budiman diduga bertemu dengan Yaya Purnomo untuk membahas alokasi DAK TA 2018 Kota Tasikmalaya.

Dalam pertemuan tersebut, Yaya Purnomo diduga menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK dan tersangka BBD bersedia memberikan fee atau imbalan jika Yaya Purnomo bersedia membantunya untuk mendapatkan alokasi DAK tersebut.

Baca Juga: Mensesneg Beri Penjelasan soal Polemik Perubahan Halaman RUU Cipta Kerja

Pada Mei 2017, Pemkot Tasikmalaya mengajukan usulan DAK reguler Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana TA 2018 untuk Kota Tasikmalaya kepada Pemerintah Pusat dengan total sebesar Rp32.8 Miliar.

Lalu, DAK Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp53.7 Miliar antara lain untuk bidang jalan senilai Rp47.7 M dan Bidang Irigasi senilai Rp5.94 Miliar.

Sekitar bulan Agustus 2017, tersangka Budi Budiman kembali bertemu Yaya Purnomo.

Baca Juga: Kegiatan Impor Dinilai Berdampak Buruk, Pemerintah Diminta Sejahterakan Petani

Dalam pertemuan tersebut, Budi Budiman meminta bantuan Yaya Purnomo untuk peningkatan Dana DAK Tasikmalaya TA 2018 dari tahun sebelumnya dan kemudian Yaya Purnomo berjanji akan memprioritaskan dana untuk Kota Tasikmalaya.

Bahwa setelah adanya komitmen Yaya Purnomo akan memberikan prioritas dana kepada Kota Tasikmalaya maka BBD diduga memberi uang sebesar Rp200 juta kepada Yaya.

Sekitar Desember 2017, setelah Kementerian keuangan mempublikasikan alokasi DAK untuk pemerintah daerah termasuk di dalamnya untuk Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Baca Juga: Waspada! Beredar Telegram Palsu Mengatasnamakan KemenkopUKM

Budiman diduga kembali memberikan uang kepada Yaya Purnomo melalui perantaranya sebesar Rp300 juta.

Setelah ada pengurusan dan pengawalan anggaran oleh Yaya Purnomo, kemudian pada tahun anggaran 2018 Kota Tasikmalaya memperoleh dana DAK TA 2018 untuk Dinas Kesehatan sekitar Rp29.9 Miliar.

Serta DAK prioritas daerah sekitar Rp19.9 Miliar dan DAK Dinas PU dan Penataan Ruang sebesar Rp47.7 Miliar.

Baca Juga: Tetapkan 8 Tersangka Kasus Kebakaran Kejagung, DPR Apresiasi Langkah Bareskrim Polri

Kemudian pada April 2018, Budiman kembali memberikan uang Rp200 juta kepada Yaya Purnomo yang diduga masih terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018 tersebut.

Atas perbuatannya, tersangka Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

KPK mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara dan kepala daerah yang terlibat dalam proses pengajuan dan penyaluran DAK untuk selalu menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Baca Juga: 92 Kali Dilanda Gempa, Warga Bengkulu Diimbau Waspada

KPK berpesan agar menghindari praktik-praktik ilegal seperti gratifikasi dan suap dan kepada aparatur pengawas Internal di instansi terkait, baik pusat atau daerah agar lebih serius menjalankan tugasnya untuk meminimalisir terjadinya Tipikor. ***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler