Panen Anjlok dan Harga Turun Drastis, Petani Cabai Tasikmalaya Merugi hingga Ratusan Juta

22 April 2020, 21:00 WIB
PEKERJA tengah mengumpulkan hasil panen cabai merah hibrida di Kelompok Tani Raksa Tani Desa Raksa Sari Desa Taraju Kabupaten Tasikmalaya, guna dipasok ke pasar Induk di Jakarta, Rabu, 22 April 2020.* //Aris MF

 

PIKIRAN RAKYAT - Pada bulan ini, para petani cabai merah hibrida di kecamatan Taraju dan Bojonggambir mengalami masa-masa tersulit.

Selain hasil panen mereka yang anjlok hampir separuhnya, harga jual ke pasaran pun kini jatuh terjun bebas.

Bila dalam kondisi normal, harga jual cabai hibrida dengan kualitas super ini dihargai Rp 50.000 bahkan lebih per kilogramnya, maka kini harganya hanya Rp 5.000 sampai Rp 6.000 saja per kilogram.

Baca Juga: Cek Fakta: Hoaks Foto Anies Bermain Bola dengan Anaknya saat Pemerintah Sibuk Lawan Corona

Situasi ini dikarenakan pasar penjualan mereka di Jakarta kini telah tutup akibat adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19.

Seperti diungkapkan, H. Ahmad Yani, petani sekaligus Ketua Kelompok Tani Raksa Tani di Desa Raksasari Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya.

Dalam satu bulan ini, harga cabai merah hibrida tersebut terus mengalami kemerosotan harga hingga 90 persen. Situasi ini pun membuat puluhan petani cabai binaan kelompok tani ini harus merugi hingga ratusan juta.

Baca Juga: PSBB Bandung Raya Berlaku, Industri yang Beroperasi Wajib Miliki Sertifikat Bebas Covid-19

"Harganya jatuh sekali. Jika biasanya dihargai Rp 50.000 per kg, kini hanya Rp 5.000 saja per kg. Padahal petani sudah berharap untung banyak ketika memasuki awal ramadan. Tetapi pascapandemi Covid-19 ini, semuanya di luar harapan," ujar Yani, Rabu, 22 April 2020.

Untuk pengiriman pun kini tidak dilakukan setiap hari seperti dulu. Pihaknya baru berangkat ke pasar induk di Jakarta bila ada pemesanan.

Bisa 2 kali seminggu pun dikatakan sudah beruntung, dengan banyak pengiriman rata-rata 1 ton per satu kali kirim. Banyaknya rumah makan yang tutup, serta pemakaian cabai yang kurang di masyarakat membuat cabai tidak banyak dipesan.

Baca Juga: Satu Warga Kabupaten Tasik Positif Covid-19, SMC Tracking Kemungkinan Penularan Pasien

Masa pendemi Covid-19 ini memang membuat para petani terpukul. Padahal di Kelompok Tani Raksa Tani saja sedikitnya ada 40 orang petani cabai dengan lahan garapan mencapai ratusan hektar.

Kini mereka pun menggantungkan hidup seadanya dari cabai yang dijual meski dengan harga murah.

Salah seorang petani cabai binaan Kelompok Tani Raksa Tani, Usup (40) di Desa Ciroyom Kecamatan Bojonggambir mengatakan, hasil panen pada musim ini anjlok drastis akibat adanya serangan hama virus tanaman cabai.

Baca Juga: Mampu Serap Tenaga Kerja, Presiden Beri Tiga Arahan Terkait Mitigasi Sektor Riil

Padahal harga obat-obatan tanaman harganya terus naik setiap masa tanan. Sehingga akibat hal ini, dirinya mengaku rugi hingga mencapai ratusan juta.

"Untuk biaya tanaman dan pengurusan satu hektar saya habis Rp 80 sampai Rp 100 juta. Akan tetapi hasil panen saat ini jauh dari harapan, bahkan cuman selamat separuhnya saja," ujar dia.

Akibatnya kini dirinya hanya fokus menggarap 1 hektar lahan cabai saja, dari sebelumnya 2 hektar yang telah ditanami cabai. Petani cabai kian was-was, jika masa pandemi Covid-19 ini tidak segera berakhir, maka ia bakal rugi lebih banyak lagi.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Tags

Terkini

Terpopuler