Lewat Kasus Penerbangan London-Vietnam, Ahli Menyatakan Penularan Corona di Pesawat Tinggi Risikonya

- 21 September 2020, 20:45 WIB
Ilustrasi penerbangan pesawat.
Ilustrasi penerbangan pesawat. /Dok. Pikiran-Rakyat.com/

PR TASIKMALAYA - Pada tanggal 1 Maret 2020, 217 orang menaiki pesawat di London, Inggris, yang terbang menuju Hanoi, Vietnam.

Petugas kesehatan telah memeriksa setiap penumpang, meminta mereka untuk melaporkan potensi gejala Covid-19, dan melakukan pemindaian suhu.

Akan tetapi, seorang wanita berusia 27 tahun tidak melaporkan bahwa dia mengalami sakit tenggorokan dan batuk. Pemindaian suhu tubuhnya pun normal.

Baca Juga: Frustasi dengan Pengujian Covid-19 di AS, Bill Gates: Kami Melakukan Pekerjaan yang Sangat Buruk

Namun, gejala wanita tersebut meningkat selama beberapa hari berikutnya. Dia dinyatakan positif Covid-19 pada 6 Maret 2020.

Pelacakan kontak selanjutnya mengungkapkan bahwa dalam penerbangan sepuluh jam itu saja, wanita tersebut telah menularkan virus ke lima belas orang penumpang lainnya.

Studi kasus yang dijelaskan dalam laporan baru dari Centers for Disease Control and Prevention menawarkan bukti yang lebih kuat bahwa virus corona dapat menyebar di pesawat, terutama ketika penumpang tidak mengenakan masker.

Pada awal Maret, penggunaan masker belum diwajibkan di dalam penerbangan, jadi kemungkinan sebagian besar penumpang tidak mengenakannya.

Baca Juga: Tol Cipali Banyak 'Menelan' Nyawa, Jasa Raharja Akan Beri Tanggungan untuk Korban Kecelakaan

Setelah mengetahui infeksi dari wanita tersebut, para peneliti di National Institute of Hygiene and Epidemiology Vietnam melacak orang-orang dari penerbangan yang sama, termasuk awak pesawat.

Staf kesehatan setempat mewawancarai semua orang yang dapat mereka jangkau yang berjumlah 184 orang, dan meminta siapapun yang diduga terjangkit virus corona untuk mengarantina diri mereka sendiri.

Lima belas kasus yang diidentifikasi oleh petugas kesehatan semuanya dianggap terkait dengan penerbangan itu.

Tidak ada penumpang lain yang terinfeksi yang menunjukkan gejala Covid-19 sebelum atau selama penerbangan, serta tidak ada yang pernah berada di sekitar orang lain yang terkonfirmasi virus corona kecuali wanita tersebut yang bepergian ke Italia bersama saudarinya yang kemudian dinyatakan positif saat berada di London.

Baca Juga: Covid-19 Berimbas Hampir ke Seluruh Sektor Ekonomi, Salah Satunya Industri Hasil Tembakau

Dua belas penumpang yang terinfeksi berada di kelas bisnis, kecuali salah satu dari mereka yang duduk dengan jarak dua kursi dari wanita itu.

92% dari semua penumpang yang duduk dengan jarak sedekat itu kemudian jatuh sakit.

Virus juga menyebar ke dua orang penumpang lain di kelas ekonomi dan satu orang awak pesawat.

Para peneliti menyimpulkan bahwa wanita itu kemungkinan besar menyebarkan virus corona ke penumpang dan awak pesawat melalui aerosol yang terinfeksi (partikel kecil yang dikeluarkan dari mulut saat seseorang bernapas, berbicara, atau berteriak).

Baca Juga: Salah Satu Penumpangnya Positif Covid-19, Citilink Indonesia Pertimbangkan Penghentian Penerbangan

Kedua penumpang kelas ekonomi tersebut bisa saja terinfeksi di bandara selama bea cukai atau pengambilan bagasi, dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi atau berdiri di dekat wanita itu untuk jangka waktu yang lama.

Meskipun para peneliti mengatakan mereka tidak dapat sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan bahwa penumpang terinfeksi dengan cara lain, mereka mencatat bahwa pada 1 Maret, Inggris hanya memiliki 23 kasus Covid-19.

Demikian pula, pada saat para penumpang tiba di Vietnam. Negara tersebut hanya memiliki 16 kasus, sehingga kecil kemungkinan mereka tertular setelah meninggalkan bandara.

Menurut penemuan para peneliti ada kemungkinan maskapai penerbangan meremehkan risiko penularan virus corona dalam penerbangan.

Baca Juga: Covid-19 Ciptakan Kekhawatiran pada Anak-anak, Perbudakan dan Perdagangan Manusia Jadi Ancaman Besar

"Panduan terbaru dari industri perjalanan udara internasional mengklasifikasikan risiko transmisi dalam penerbangan sebagai ‘sangat rendah’ dan hanya merekomendasikan penggunaan masker tanpa tindakan tambahan untuk meningkatkan jarak fisik di pesawat, seperti memblokir kursi tengah. Temuan kami menantang rekomendasi ini,” ujar para peneliti. 

Peneliti dari MIT membuat penghitungan berdasarkan makalah bulan Juli bahwa mengisi kursi tengah dapat menggandakan risiko penularan Covid-19 dalam penerbangan pesawat. Namun, penelitian itu belum ditinjau oleh para peneliti lain.

Para ahli epidemiologi di balik studi baru CDC mengatakan bahkan memblokir kursi tengah tidak dapat sepenuhnya mencegah peristiwa penyebaran di pesawat, mengingat bahwa penumpang yang sakit dalam penerbangan dapat menyebarkan virus hingga dua kursi jaraknya.

Baca Juga: Tinggal 2 Juta Lagi, Sebanyak 10 Juta UMKM Optimis Tercapai Tahun ini untuk Wujudkan 'Go Digital'

Ditambah lagi, orang-orang itu berada di kelas bisnis, di mana tempat duduknya lebih besar dan lebih tersebar daripada di kelas ekonomi.

Jadi para peneliti menyarankan agar maskapai penerbangan dan pejabat pemerintah agar menerapkan kebijakan penyaringan yang lebih ketat untuk wisatawan, menguji semua orang yang turun dari penerbangan, dan membuat karantina semua penumpang yang baru tiba selama 14 hari.

Saat ini, setiap maskapai besar di AS mewajibkan penumpangnya memakai masker selama seluruh penerbangan mereka, kecuali ketika sedang makan atau minum.

Baca Juga: Buat Para Supir Dilema, PSBB Jakarta Akibatkan Penurunan Jumlah Penumpang Angkutan Umum

Sayangnya tidak semua penumpang mau bekerja sama. Bahkan lebih sulit lagi untuk meminta mereka mengenakan memakai masker selama penerbangan yang panjang, seperti 10 jam dari London ke Hanoi.***

Editor: Rahmi Nurlatifah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x