PIKIRAN RAKYAT - Virus corona kini telah merebak ke berbagai negara di dunia, dengan angka kasus yang sudah mencapai sekitar 180 ribu per tanggal-17 Maret 2020.
Di tengah merebaknya virus, banyak beredar kabar terkait obat-obat tradisional yang diperkirakan dapat menyembuhkan COVID-19 tersebut.
Dalam hal ini, Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran yang juga merupakan seorang dokter dan ahil yang berkualifikasi, menyebutkan bahwa penggunaan obat seperti Ibuprofen dikatakan dapat memperburuk gejala COVID-19.
Tak hanya ibuprofen, namun obat-obat yang dijual di pasaran juga rentan dalam memperburuk gejala wabah tersebut.
Namun dalam hal ini, pernyataan tersebut bertentangan dengan saran kepala kesehatan yang menganjurkan penggunaan ibuprofen serta paracetamol untuk mengobati sendiri penyakit yang dapat mematikan tersebut.
Diketahui, Ibuprofen sendiri banyak digunakan secara luas untuk menghilangkan rasa sakit serta mengurangi demam dan sakit yang disebabkan oleh pilek dan flu biasa.
Public Healt England (PHE) saat ini mengakui bahwa belum ada informasi yang cukup tentang penggunaan ibuprofen dan COVID-19.
PHE mengatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan bahwa ibuprofen dapat meningkatkan risiko terkena COVID-19 atau malah memperburuk gejalanya.
Namun dalam hal ini, para ahli di Inggris justru mendukung Veran. Ahli Virologi di University of Reading Profesor Ian Jones, mengatakan bahwa Ibuprofen dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh dan dapat memperlambat pemulihan untuk sembuh dari penyakit yang diidap.
Baca Juga: Cegah Penyebaran COVID-19, Pasar Tradisional Yogyakarta Mulai Lakukan Upaya Preventif
Dr Tom Wingfield dari Liverpool School of Tropical Medicine juga menyebutkan bahwa NSAID seperti ibuprofen, jika diminum dalam jangka waktu yang lama dan sering akan menyebabkan iritasi perut dan kerusakan pada ginjal, yang lebih parahnya lagi jika kondisi tersebut menyerang orang yang memiliki masalah ginjal.
Mereka juga menyebutkan bahwa penggunaan paracetamol sebagai obat pilek lebih dianjurkan dibanding dengan Ibuprofen.
Dokter di Inggris juga menyarankan untuk menggunakan paracetamol atau asetaminofen di Amerika Serikat sebagai obat untuk penyakit pernafasan, termasuk batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Para peneliti dari University of Southampton menemukan pada tahun 2013, bahwa kombinasi Paracetamol dengan Ibuprofen tidak dianjurkan, karena dalam hal ini Ibuprofen dapat memperlambat pemulihan.
Juga, Ibuprofen justru malah dapat berkontribusi terhadap perkembangan penyakit. Sementara COVID-19 hanya bisa diatasi dengan daya tahan tubuh yang kuat dan rentan dari penyakit apapun, termasuk pilek, batuk, dan juga sesak.
"Meskipun kita harus berhati-hati karena ini adalah penemuan yang mengejutkan. Saya pribadi tidak akan menyarankan sebagian besar pasien untuk menggunakan Ibuprofen untuk pengendalian gejala batuk, pilek, dan sakit tenggorokan," ujar Profesor Paul Little dari University of Southampton.
Baca Juga: Dapat Meningkatkan Daya Tahan Tubuh, Bersepeda Menjadi Alternatif Penangkal COVID-19
Kepala farmakologi di Rumah sakit Toulouse di Prancis, Jean-Louis Montastruc juga mengatakan bahwa Ibuprofen ini dapat meningkatkan risiko kompilasi ketika ada demam atau infeksi.
Sejauh ini, Prancis tercatat memiliki kasus COVID-19 sebanyak 6.633 per-tanggal 17 Maret 2020, dengan angka kematian mencapai 148.
Layanan umum seperti sekolah, kafe, dan restoran sudah ditutup. Bahkan Menara Eiffel yang biasanya ramai pengunjung, kini malah terlihat sepi.***