COVID-19 Disebut Bak Perang Dunia, Perawat Medis Merasa Tertekan hingga Ada Kasus Menyelamatkan Nyawa Dilihat dari Faktor Usia

- 15 Maret 2020, 11:32 WIB
ILUSTRASI penutupan fasilitas umum karena virus corona.*
ILUSTRASI penutupan fasilitas umum karena virus corona.* /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT - Virus corona atau wabah COVID-19 kini telah menjalar ke berbagai negara yang ada di dunia.

Di luar Tiongkok saja, kasus COVID-19 telah melonjak hingga menyebabkan tewasnya ribuan orang.

Salah satuya adalah Italia, negara dengan angka kasus COVID-19 tertinggi kedua di dunia setelah Tiongkok, bahkan kini angka kematiannya telah mencapai 1441 jiwa.

Baca Juga: Budi Karya Dinyatakan Positif Covid-19, Legislator Sarankan Cek Kesehatan untuk Orang-orang di Sekitar Menhub

Dalam hal ini, seorang perawat yang ikut menangani COVID-19 di Italia menyebut bahwa virus corona ini sama saja dengan sebuah perang dunia.

Tak hanya itu, teman dekat dari perawat yang bernama Roberta Re ini juga tewas karena wabah COVID yang menderitanya, Padahal diketahui bahwa teman dekatnya tersebut merupakan dokter yang juga ikut menangani kasus virus corona tersebut.

Ia mengatakan bahwa wabah virus corona bisa dibandingkan dengan sebuah perang dunia.

"Ini adalah pengalaman yang akan saya bandingkan dengan perang dunia," ujar Re kepada The Guardian.

Baca Juga: Tunjukkan Kekuatan dan Semangat di Tengah Lockdown COVID-19, Penduduk Italia Riuh Bernyanyi Bersama di Balkon Rumah

Namun ia meyebutkan bahwa dalam perang wabah ini, virus corona tidak bisa dilawan dengan senjata tradisonal seperti layaknya perang-perang yang sedang atau telah terjadi di dunia.

Ia menyebut bahwa wabah yang merebak di dunia ini tidak diketahui musuhya, sehingga cukup sulit untuk melawan virus tersebut.

"Tapi ini perang yang tidak bisa dilawan dengan senjata tradisional, karena kita belum tahu siapa musuhnya dan jadi sulit untuk bertarung," ujar Re.

Ia hanya bisa mengimbau masyarakat untuk tetap berada di rumahnya masing-masing dan tetap megikuti prosedur dalam menjaga kebersihan dan kesehatan yang selama ini telah dikoarkan olah setiap pemerintah.

Baca Juga: Menjadi Kota dengan Kasus DBD Tertinggi di Sumatera Selatan, Palembang Tercatat Miliki 226 Kasus dalam Waktu 3 Bulan

Di balik jasanya yang sangat besar dalam menangani wabah virus corona tersebut, Re juga ternyata merasa tertekan dengan semua yang sedang terjadi di dunia ini setelah adanya wabah COVID-19.

"Saya biasanya orang yang bahagia, mengobrol dan becanda dengan semua orang. Tapi sekarang ada hari-hari ketika saya menangis dan tertekan," ujar Re.

Rasa tertekan juga dirasakan oleh beberapa dokter yang ikut menangani wabah COVID-19. Mereka menyatakan bahwa setiap hari harus menangani pasien pneumonia dari pagi hingga malam.

Ahli anestesi itu mengatakan kepada surat kabar Corriere della Sera bahwa tekanannya begitu besar karena harus menyelamatkan nyawa dengan ditentukan usia dan kondisi kesehatan.

Baca Juga: Asyik Berpesta Miras di Pinggir Jalan Tasikmalya, Enam Remaja Diciduk Polisi

"Dalam usia apa pun, usia tidak dapat menjadi faktor pembeda ketika menyangkut kesehatan masyarakat, dan tentu saja tidak bisa menjadi kriteria untuk memutuskan siapa yang harus diobati dan siapa yang tidak diobati," ujar Presiden Codacons, Carlo Rienzi.

Tak hanya itu, wabah tersebut juga ternyata menyerang banyak dokter dan perawat saat mereka bekerja hingga mneyebabkan mereka meninggal.

Re menyebutkan bahwa wabah ini harus benar-bebar ditangani dengan serius, karena hal ini menyangkut dengan nyawa seseorang,

"Hal mendasar adalah menutup semuanya (layanan publik, red.), serta mendidik remaja untuk memiliki konsep seberapa serius hal ini," tutup Re.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x