“Tingkat infeksi baru di kapal, terutama di antara mereka yang tidak memiliki gejala, merupakan risiko yang berkelanjutan.” lanjut perwakilan tersebut.
Namun begitu, Kementerian Kesehatan Jepang tidak menanggapi kritikan yang datang. Pemerintah menganggap upayanya sudah tepat dan beberapa dokter terkemuka telah mempertahankannya.
"Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa strategi isolasi kami berhasil," tutur Shigeru Omi sebagai Ketua Organisasi Kesehatan Masyarakat Jepang menyatakan pembelaannya.
"Hampir 4.000 orang tinggal di kapal ini, yang tidak dirancang untuk isolasi selama beberapa minggu, dan ini adalah situasi yang sangat menantang."
Di sisi lain, bagi sebagian warga Jepang terjadinya wabah virus corona dalam kapal pesiar Diamond Princess membawa trauma ingatan lama akan krisis nuklir Fukushima pada 2011 lalu. Saat itu pemerintah dikritik secara luas karena telah meremehkan krisis tersebut.
Baca Juga: Tekan Angka Kemiskinan yang Masih Tinggi, Kota Tasikmalaya Merasa Terbantu oleh Swasta
"Penyebaran virus lebih luas dari yang pemerintah katakan,"tutur Shinichi Niwa yang merupakan seorang profesor di Universitas Kedokteran Fukushima.
“Selama bencana (Fukushima), pemerintah mengatakan tidak ada kehancuran. Jadi mereka menyembunyikan kebenaran pada saat itu, dan saya khawatir situasi yang sama terjadi dengan virus corona. ”tutur Shinichi lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan Jepang menganggap bahwa ratusan kasus yang ditemukan dalam kapal pesiar Diamond Princess tidak masuk dalam perhitungan infeksi domestik Jepang dengan berdasarkan pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia, tetapi beberapa ahli menyebut itu menunjukkan Pemerintah Jepang ingin menghindari pandangan masyarakat dunia pada negaranya sebagai tempat virus corona untuk tumbuh.***