Jumlah pemilih pada pemilihan legislatif terakhir pada tahun 2016 adalah 58 persen, sedangkan pemilihan dewan distrik 2019, ketika tokoh-tokoh pro-demokrasi menang telak, mencapai rekor 71 persen.
Para menteri luar negeri dari kelompok G7 menyatakan keprihatinan besar atas erosi elemen demokrasi dalam sistem pemilihan Hong Kong setelah pemilihan.
Mereka mengatakan proses pemeriksaan baru sangat membatasi pilihan kandidat di kertas suara merusak otonomi tingkat tinggi Hong Kong di bawah prinsip Satu Negara, Dua Sistem.
Baca Juga: Link Live Streaming Persis vs Persiba Malam Ini Pukul 21.00 WIB
Sistem tersebut disetujui saat penyerahan wilayah dari Inggris ke Tiongkok pada tahun 1997.
Para menteri luar negeri Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan AS meminta Tiongkok untuk memulihkan kepercayaan pada lembaga-lembaga politik Hong Kong.
Mereka juga meminta Tiongkok mengakhiri penindasan yang tidak beralasan terhadap mereka yang mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan membela hak dan kebebasan.
Baca Juga: Pejabat Lakukan Karantina di Rumah, Susi Pudjiastuti: Kenapa yang Boleh Pelit Cuma VIP?
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemilihan itu adalah langkah lain dalam pembongkaran prinsip Satu Negara, Dua Sistem.
Dia menyerukan otonomi tingkat tinggi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum di Hong Kong.