AS dan PBB Buka Suara soal Demonstran yang Tewas dalam Penembakan Massal oleh Militer Sudan

- 19 November 2021, 14:30 WIB
AS dan PBB angkat bicara soal 15 demonstran yang tewas dalam penembakan massal oleh militer di Sudan.
AS dan PBB angkat bicara soal 15 demonstran yang tewas dalam penembakan massal oleh militer di Sudan. /REUTERS/Mohamed Nureldin/File Photo

PR TASIKMALAYA - Sedikitnya 15 orang tewas dalam penembakan massal dalam demonstrasi menentang kudeta Sudan yang terjadi pada 25 Oktober 2021.

Angka korban tewas penembakan massal ini menjadi jumlah tertinggi sejak peristiwa pengambilalihan militer di Sudan.

Amerika Serikat (AS) pun menyatakan kekecewaan mereka atas kematian para demonstran dalam penembakan massal di Sudan tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengungkapkan keprihatinannya atas kekerasan oleh militer Sudan kepada para demonstran.

Baca Juga: Protes Soal Dugaan Adanya Kekerasaan di Lapas Ditindaklanjuti, Anggara Adhyaksa: Dilakukan 2 Hari Saja

“Kami sangat prihatin dengan kekerasan oleh militer Sudan terhadap orang-orang yang terlibat dalam protes damai,” ungkap Anthony Blinken.

Di sisi lain, kepala polisi Sudan, Letnan Jenderal Khalid Mahdi Ibrahim, justru membela pasukan keamanannya pada Kamis, 18 November 2021.

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari AP News, ia menjelaskan bahwa mereka hanya menggunakan cara legal untuk menahan protes anti-kudeta.

Baca Juga: Instagram Dipantau di Negara Bagian AS terkait Dampak Buruk bagi Anak-anak

Sejak transisi Sudan menuju negara demokrasi dan pengambilalihan militer pada Oktober 2021, masyarakat setempat  telah melancarkan aksi demonstrasi ke jalanan.

Khalid Mahdi Ibrahim juga menekankan bahwa polisi melindungi warga sipil dan menggunakan gas air mata untuk mencegah terjadinya kekerasan.

Ia mengklaim bahwa korban pun berjatuhan dari pihak polisi, serta menjanjikan akan adanya penyelidikan atas kematian warga sipil dan yang lainnya.

Baca Juga: Macron Sebut Prancis Tak Akan Lockdown Meski Eropa Dilanda Kenaikan Kasus Covid-19

Namun pernyataan ini bertentangan dengan laporan dari para demonstran serta dokter yang merawat para korban.

Para pemimpin protes di Sudan telah berulang kali meminta para demonstran untuk mematuhi taktik non-kekerasan dalam upaya mereka untuk menghentikan kudeta.

Adanya korban tewas dalam insiden kali ini menambah jumlah kematian demonstran secara keseluruhan sejak kudeta menjadi sedikitnya 39 orang.

Baca Juga: Rizky Billar dan Lesti Kejora Dapat Ancaman 'Guna-guna' Dukun dari Haters, Psikolog Beri Peringatan Ini!

Di samping itu, ratusan orang lainnya mengalami luka-luka.

Sementara itu, kudeta ini terjadi setelah selama lebih dari dua tahun terjadi pemberontakan masyarakat yang memaksa penggulingan diktator Omar al-Bashir beserta pemerintahan Islamnya.

Namun, kudeta ini menuai kritik internasional seperti dari AS dan sekutunya, serta PBB lantaran pembunuhan massal terhadap pengunjuk rasa.

Baca Juga: Aturan PPKM Level 3 Mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022, Berlaku Seluruh Indonesia

PBB pun mengutuk keras pemanfaatan kekuatan berlebihan yang berulang terhadap pengunjuk rasa dalam demonstrasi yang damai.

Selain itu, PBB pun menilai bahwa demonstrasi adalah kebebasan berekspresi sebagai hak bagi masyarakat Sudan untuk bersuara.

PBB menambahkan bahwa setiap orang Sudan berkesempatan untuk mengekspresikan diri secara damai dan tanpa takut akan pembalasan.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: AP News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x