Berkeliling Dunia 265 Hari di Lautan Lepas, Pria ini Bingung Soal Pandemi Saat Pulang ke Rumahnya

28 September 2020, 10:45 WIB
ILUSTRASI Lautan.* /pixabay

PR TASIKMALAYA - Seorang pria asal Kanada telah mencetak sejarah setelah menjadi orang pertama di Amerika Utara, dan orang kedelapan di dunia, yang menyelesaikan ekspedisi berlayar tunggal ke seluruh dunia tanpa menggunakan bantuan alat elektronik atau GPS.

Dilansir dari Travel + Leisure, pria berusia 62 tahun bernama Bert ter Hart, mengawali perjalanannya dengan perahu Seaburban di bulan Oktober 2019.

Setelah menghabiskan 265 hari di laut, di mana dia hanya mengandalkan navigasi angkasa, penduduk British Columbia, Kanada ini pulang ke rumahnya pada bulan Juli 2020.

Baca Juga: Piala AFF 2020 Resmi Ditunda hingga Tahun Depan, Timnas Indonesia Sudah Siap untuk Berlaga

"Itu tidak nyata. Saya membutuhkan waktu 265 hari untuk perjalanan yang berlalu dalam sekejap. Seolah-olah saya baru pergi kemarin. Untuk sensasi pencapaian, Saya rasa Saya tidak memilikinya karena Saya berada di ruang temporal yang aneh saat ini di mana Saya baru saja pergi kemarin,"  ujar Bert. 

Untuk tetap mengetahui ke mana dia tengah melaju selama perjalanan, Bert berkata bahwa dia mengandalkan sekstant, sebuah instrumen navigasi untuk mengukur sudut antara objek astronomi dan cakrawala.

Selain itu, ia pun membawa meja kayu, pena dan kertas. Sebuah metode tradisional yang menurutnya adalah cara terdekat baginya untuk mengalami bagaimana rasanya berlayar berabad-abad yang lalu.

Baca Juga: Bencana Tanah Longsor Terjadi di Tarakan Kalimantan Utara, Mengakibatkan 10 Orang Tewas  

"Saya selalu terpesona oleh para penjelajah terdahulu. Salah satu cara paling mendalam agar Anda dapat merasakan apa yang dialami oleh para penjelajah dan pelaut terdahulu adalah dengan menggunakan sekstant. Kapalnya berbeda, kain layarnya berbeda, pakaiannya, tentu saja, sangat berbeda," ujarnya. 

"Semuanya berbeda, kecuali bagaimana Anda mencari tahu di mana Anda sedang berada, karena mereka melakukannya dengan cara yang persis sama. Dan Anda akan memiliki kecemasan yang persis sama: Apakah saya berada di tempat yang saya pikirkan? Apakah daratan akan muncul di tempat yang seharusnya? Pengalaman bagian itu, yang dapat dihidupkan kembali karena Anda menggunakan teknologi yang tidak berubah sejak tahun 1700-an," tambahnya. 

Tetapi menggunakan metode tradisional juga menghadirkan tantangannya. Bert mengaku bahwa ia membutuhkan dua hingga tiga jam per hari untuk menentukan lokasi tempat ia berada, karena untuk menggunakan sekstant membutuhkan penglihatan akan cakrawala.

Baca Juga: Heboh Potensi Mega Tsunami Setinggi 20 Meter, UGM Kembangkan Sistem Deteksi Dini Gempa Bumi

Tak lupa, Bert pun bercerita bagaimana dia menghadapi badai angin topan yang menguras mental yang terdengar seperti seratus orang dengan palu godam yang menghantam perahu.

"Bayangkan Anda sedang mengemudi di jalan raya dengan kecepatan 80 mil per jam, lalu Anda menjulurkan seluruh tubuh ke luar jendela mobil. Demikianlah gambaran yang cukup baik tentang bagaimana rasanya berdiri di atas perahu saat angin bertiup sekencang itu. Angin menderu-deru, sesekali gelombang pecah, dan sebagian besar perahu berada di bawah air," katanya. 

Karena hal itulah pelaut biasanya mengalami kesulitan untuk tidur. Mereka hanya dapat tertidur sekira empat jam per hari dengan diikat sabuk pengaman.

Baca Juga: Sholat Jumat Perdana Satgas TMMD Reguler Brebes di Tempat Tugas

Selama perjalanan itu, Bert berjuang menyesuaikan diri dengan suplai makanannya. Ia membatasi 800 kalori per hari, hingga pada satu titik dia memastikan bekal makanan akan cukup untuk sisa perjalanannya.

Terlepas dari tantangan itu, Bert, yang disebut sebagai "Orang Teraman di Planet" di tengah pandemi virus corona, menggambarkan perjalanan solonya dengan kata ‘ajaib’.

Ketika dia akhirnya mencapai Pulau Victoria di Kanada pada bulan Juli, Bert ter Hart disambut oleh keluarganya, yang memberitahunya tentang pandemi yang sedang berlangsung. Ia pun mengikuti anjuran pemerintah untuk karantina.

"Saat saya semakin dekat dengan rumah, saya semakin cemas. Tiba-tiba Saya harus masuk  ke dunia yang tidak Saya kenal. Dunia yang Saya tinggalkan sama sekali berbeda dari dunia tempat Saya kembali. Saya tidak tahu bagaimana Saya akan cocok dan bagaimana Saya akan memandang semuanya dari perspektif sosial, politik, atau ekonomi," ujarnya.

Baca Juga: Perlu Diingat! Berikut Tips Menjaga Kesehatan dan Daya Tahan Tubuh di Musim Pancaroba 

Saat merefleksikan perjalanannya, Bert mengungkapkan bahwa dia berharap ada orang lain yang mungkin tertarik menjelajahi dunia untuk mengikuti jejaknya.

"Saya ingin menginspirasi orang-orang untuk mengambil langkah pertama dalam mewujudkan impian atau petualangan apa pun yang mungkin mereka miliki. Begitu Anda mengambil langkah pertama itu, langkah selanjutnya akan lebih mudah, dan demikian pun langkah selanjutnya. Dan Anda akan segera menjalani impian Anda, apa pun itu, besar atau kecil,” ucap Bert.

Bert pun menandaskan, bahwa setiap manusia  bisa memiliki pengalaman yang paling luar biasa jika bersedia keluar sedikit dari tempat kita berada untuk melihat apa yang ada di luar sana.***

 

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: travel leisure

Tags

Terkini

Terpopuler