Sering Melamun Bisa Jadi Indikasi Maladaptive Daydreaming, Waspadai Gejalanya!

26 Februari 2023, 15:08 WIB
Ilustrasi - Kebiasaan melamun terlalu lama dapat mengakibatkan maladaptive daydreaming. /Pixabay/Kokocoley

PR TASIKMALAYA - Akhir-akhir ini warganet sedang ramai memperbincangkan lomba melamun yang akan digelar pertama kali di Indonesia. Banyak warganet yang tertarik dan mengaku melamun adalah keahliannya.

Namun nyatanya melamun tak selalu baik, melamun pada jangka waktu lama bisa jadi indikasi Maladaptive Daydreaming.

Dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Healthline, Maladaptive Daydreaming adalah kondisi dimana seseorang melamun, tenggelam dalam lamunan atau fantasinya sendiri dalam periode yang cukup lama. Kebiasaan melamun ini nyatanya dapat mempengaruhi tingkat fokus dan produktivitas seseorang. 

Periode melamun yang terlalu lama dapat membuat seseorang kehilangan fokus sehingga menjadi tidak produktif  dalam menggarap studi maupun pekerjaan. Kondisi ini seringkali membuat seseorang menjadi tidak peduli dengan kehidupannya. Perhatiannya teralihkan dari kehidupan nyata, lebih fokus pada fantasi atau lamunannya.

Baca Juga: Cek Bansos PKH 2023 Online untuk Dapat Bantuan Rp3 Juta Setahun

Kondisi ini juga erat kaitannya dengan kecanduan perilaku. Seseorang yang kecanduan tingkat tinggi pada game online, bisa jadi mengalami Maladaptive Daydreaming. 

Seseorang yang mengidap Maladaptive Daydreaming, biasanya mengalami beberapa kondisi. Sulit tidur di malam hari, kesulitan memenuhi tugas, berbisik, berbicara, membuat ekspresi wajah, dan melakukan pergerakan yang berulang-ulang ketika melamun.

Berdasarkan studi, Maladaptive Daydreaming lebih banyak terjadi pada perempuan. Adapun penyebab kondisi ini terjadi cukup beragam, bersumber dari faktor internal hingga eksternal.

Mulai dari kesulitan menyelesaikan masalah kehidupan, trauma masa kecil, hingga merasa melamun adalah aktivitas yang menyenangkan sehingga tak bisa berhenti berimajinasi.

Baca Juga: Tak Hanya Segar, Semangka Punya 5 Manfaat Lain bagi Kesehatan

Maladaptive Daydreaming juga dapat terjadi akibat pengaruh perundungan atau bullying, merasa terabaikan di lingkungan rumah, hingga kekurangan dukungan emosional dari orang-orang sekitar.

Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Eliezer Somer dari University of Haifa, Israel pada tahun 2002. Ia menerapkan metode Structural Clinical Interview Maladaptive Daydreaming (SCIMD) atau wawancara secara klinis untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gejala melamun berlebihan atau tidak. 

Maladaptive Daydreaming ini juga banyak terjadi pada individu-individu yang mengalami kondisi psikologis lainnya. Beberapa di antaranya seperti, depresi, gangguan kecemasan, post-traumatic stress disorder (PTSD), Obsessive Compulsive Disorder (OCD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), bipolar, gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, dan psikosis (kondisi seseorang sulit membedakan kejadian nyata dan imajinasi).

Hingga saat ini belum ada metode terapi khusus bagi pengidap Maladaptive Daydreaming. Terapi yang dilakukan masih menggunakan metode konseling yang umum seperti terapi perilaku dan meditasi.***

Editor: Aghnia Nurfitriani

Sumber: Healthline

Tags

Terkini

Terpopuler