Kemensos Perkuat Sistem Rehabilitasi Penyalahgunaan Napza yang Terintegrasi Sosial

- 5 November 2020, 12:15 WIB
Ilustrasi tindakan hukum bagi penyalahgunaan Napza.*/Pixabay/PublicDomainPictures/
Ilustrasi tindakan hukum bagi penyalahgunaan Napza.*/Pixabay/PublicDomainPictures/ /

PR TASIKMALAYA – Rehabilitasi atau Pemulihan ketergantungan bagi korban penyalahgunaan Napza merupakan kebijakan yang lebih efektif bagi pecandu yang tidak terlibat tindak pidana yang memiliki unsur kekerasan.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat dalam Kegiatan Pelatihan Konselor Adiksi Penanggulangan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza).

Pemenjaraan harus dipertahankan atau dipakai hanya sebagai pilihan bagi pelaku pelanggaran tindak pidana yang berat.

Baca Juga: 14 Tahun Beroperasi, 3 Orang Tersangka Diamankan Polisi Terkait Praktik Aborsi Ilegal

Pemenjaraan sebagai hukuman seharusnya diterapkan bagi pelaku tindak pidana Napza yang berat dan/atau pelaku tindak pidana Napza dengan kekerasan.

Penerapan depenalisasi atau dekriminalisasi sebagai alternatif bagi pengguna Napza serta pengecer Napza.

Harry menyampaikan bahwa Kemensos membangun suatu sistem rehabilitasi sosial yang mengutamakan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Korban Penyelahgunaan Napza.

Penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial penerima manfaat, perluasan jangkauan rehabilitasi sosial penerima manfaat berbasis keluarga, komunitas dan residensial.

Baca Juga: Modus Loker di Facebook, 12 Perempuan Asal Riau Nyaris Dijadikan TKI Ilegal

“Sistem rehabilitasi sosial ini tidak tunggal pendekatannya, tetapi harus terintegrasi dengan perlindungan sosial, jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan, berbasis keluarga, komunitas,” terang Harry.

Konselor Adiksi menjadi ujung tombak untuk melakukan Rehabilitasi Sosial berbasis keluarga dan komunitas, serta menjadi jejaring untuk rehabilitasi sosial berbasis residensial atau Balai.

“Saya menekankan agar setiap indvidu korban tolong cek keluarganya, lingkungannya, sebagai upaya kita untuk memperkuat faktor protektif,” lanjut dia.

“Individunya untuk mengaktualisasikan kekuatan yang dia miliki, jangan bekerja hanya individu ke individu saja. Tetapi bekerja dengan individu, keluarga, dan lingkungannya,” tegas Harry.

Baca Juga: Salah Satu Universitas di Indonesia Masuk di Deretan PT Terbaik Versi U.S News & World Report

Dirinya juga berharap para Konselor Adiksi menguasai dan memahami Therapeutic Community (TC) serta mengadaptasi TC dengan lingkungan setempat.

TC merupakan metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada penyalahguna Napza yang merupakan sebuah ‘keluarga’ terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah dan tujuan yang sama.

Yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari negatif ke arah yang positif.

Di dalam TC ada upaya-upaya untuk membuat KPN tidak relaps kembali. TC menjadi kekuatan utama di Balai Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza Kemensos.

Baca Juga: Simak! Berikut Hal yang Perlu Diketahui Tentang Alergi, Gejala dan Cara Mengatasinya

Kemensos mengajak para konselor Adiksi bersama-sama menyuarakan tentang dampak buruk Napza.

Ke depan, Konselor Adiksi menjadi jejaring kuat Kemensos, tidak hanya memberikan konseling, namun juga terlibat untuk melakukan berbaga upaya yang mengarah kepada gerakan sosial masyarakat secara lebih luas.***

 

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah