Diharapkannya, aturan-aturan sangat teknis yang diatur melalui PP atau permen akan membuat regulasi di industri penerbangan lebih adaptif terhadap situasi yang diperlukan dalam satu masa.
"Di dalam Omnibus Law, saya pikir banyak pasal-pasal yang secara birokrasi sudah disederhanakan. Kami berharap di dalam Omnibus Law ini selain maskapai meningkatkan kompetensi, tapi juga sebagai PSO menghadirkan public service transportasi dapat mendukung perekonomian nasional," kata Denon.
Baca Juga: Polda Maluku Gagalkan 5 Ribu Liter Penyelundupan Miras Tradisional Jenis Sopi
Sejalan dengan hal tersebut, pakar hukum Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Dr Ahmad Sudiro, menilai secara umum Undang-Undang Omnibus Law sudah baik. Karena UU tersebut bertujuan mengharmonisasikan puluhan UU yang tersebar dari sisi subtansi dan saling tumpang tindih dan bertentangan sehingga tidak selaras.
"Maka pemerintah ingin bagaimana ini dilakukan dalam satu rumah besar yang namanya Omnibus Law dalam konteks UU sehingga ini menjadikan review yang dianggap menjadi lebih efisien dan efektif," ujarnya.
Hanya saja, Ahmad Sudiro melihat masih adanya sejumlah hal yang perlu di sempurnakan terkait UU ini. Ia pun memberikan masukan agar transportasi udara atau penerbangan dalam UU Cipta Kerja dapat diatur secara lebih konprehensif, detail dan berkeadilan.
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19 saat Libur Panjang, Satgas Minta Warga Batasi Mobilitas
Dalam hal ini, yang dimaksud review tentang UU tersebut oleh Ahmad Sudiro adalah terkait dengan masalah bagaimana para penumpang atau ahli waris mendapat perlindungan apabila melakukan gugatan jika terjadi cacat produk kecelakaan penerbangan.
"Sebab, UU penerbangan saat ini hanya mengatur bagaimana tanggung jawab operator terhadap pengguna jasa penerbangan, tetapi bagaimana tanggung jawab produsen pesawat belum ada ketentuanya," imbuhnya. ***