"Oleh karena itu, WHO membuat batasan yang sifatnya tolerable. Jadi kondisinya masih bisa ditoleransi jika stuntingnya tidak lebih dari 20 persen," sambungnya.
Di sisi lain, Hasto juga memaparkan bahwa ada konstribusi antara menikah muda dengan anak yang stunting.
Ia mengungkap bahwa remaja yang seharusnya masih bisa bertumbuh dan hamil, maka akan lebih berpotensi melahirkan anak yang berkondisi stunting.
"Kontribusi dari kawin muda dan hubungannya dengan stunting itu karena mereka sebetulnya masih tumbuh, kemudian harus menumbuhkan orang lain," sambungnya.
"Tulangnya masih bertumbuh, tetapi kalsium nya harus diambil oleh bayinya yang ada di dalam rahim," ungkap Hasto.
"Stunting itu kan gagal tumbuh dan tidak optimalnya pertumbuhan. Sehingga, itulah kontribusi yang terjadi antara menikah muda dan kondisi stunting pada anak," katanya.
Bahkan, Hasto mengungkap bahwa remaja di Indonesia saat ini banyak yang mengalami anemia dan gizi yang tidak seimbang.
"Selain itu, banyak remaja yang mengalami anemia sekitar 30 persen. Ada juga remaja yang mengalami gizinya tidak seimbang," pungkasnya.***