Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS tahun 2018, produksi utama tanaman biofarmaka Indonesia adalah jahe, yaitu sebesar 216.587 ton.
Bahkan, ekspor tertinggi tanaman biofarma di Indonesia juga dipegang oleh jahe, dengan volume ekspor sebesar 23.551,9 ton atau senilai US$13,53 juta.
“Kita ini kan negara yang sangat mumpuni dari segi ketersediaan lahan, dukungan iklim cuaca, sumber air cukup, tapi agak aneh pengelolaan pertanian kita termasuk hortikultura kok terus ada celah impornya,” paparnya.
Bahkan, Jahe yang merupakan produk yang dapat dikatakan khas dapat diproduksi di tanah air kok masih impor juga. Selama 2020, total impor jahe utuh maupun yang telah dihancurkan atau bubuk mencapai 19.252 ton atau senilai 16,92 juta dolar Amerika Serikat.
Jika dikonversikan ke rupiah, nilainya mencapai Rp 243,3 miliar (kurs Rp 14.400 per dolar AS)”, sesal Akmal.
Baca Juga: Soroti Konflik Masyarakat, Henry Subiakto Sebut Kebencian Dipupuk Kelompok Kepentingan Politik
Akmal mendorong pemerintah untuk mengembalikan kejayaan jahe dalam negeri sehingga mampu ekspor kembali ke 26 Negara seperti halnya yang telah terjadi pada tahun 2019.
Ia mewakili Fraksi PKS pun meminta pemerintah mulai membenahi sistem tata kelola di kementerian pertanian untuk mengutamakan program pemberdayaan masyarakat yang terukur.
Tujuannya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia akan produksi pertanian pangan termasuk hortikultura yang berasal dari dalam negeri.***