Ramai Isu Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton, Peneliti Asing: Swasembada Pangan Jadi Janji yang Sulit Dipegang

- 17 Maret 2021, 15:10 WIB
Ilustrasi. Wacana pemerintah yang akan mengimpor beras hingga satu juta ton turut ditanggapi oleh peneliti asing.*
Ilustrasi. Wacana pemerintah yang akan mengimpor beras hingga satu juta ton turut ditanggapi oleh peneliti asing.* /Pixabay.com//allybally4b

PR TASIKMALAYA- Rencana pemerintah Indonesia yang akan melakukan impor beras hingga satu juta ton ke dalam negeri, kian santer menjadi perbincangan akhir-akhir ini.

Seperti diketahui, sejumlah kalangan menilai bahwa rencana pemerintah yang akan impor beras ini dirasa tidak perlu mengingat saat ini petani di dalam negeri tengah masuk musim panen.

Sehingga, jika pemerintah melakukan impor beras bahkan hingga satu juta ton, sejumlah tokoh politiK menilai bahwa hal ini akan menujukan bahwa negara tidak berpihak kepada para petani dalam negeri.

Baca Juga: Kejagung Angkut 3 Mobil Mewah Senilai Rp 27 Miliar Milik Jimmy Sutopo, Tersangka Dugaan Korupsi Asabri

Sementara itu pihak pemerintah beralasan bahwa dilakukannya impor beras ini dimaksudkan untuk menjaga stok ketersediaan beras di dalam negeri.

Sebelumnya, perihal wacana pemerintah yang akan impor beras itu kembali setelah Airlangga Hartarto menyampaikan hal tersebut di dalam rapat kerja Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam judul artikel "Heboh Impor Beras 1 Juta Ton, Peneliti Asing Sebut Politisi Indonesia Sudah Lama Untungkan Diri Sendiri", masalah impor pangan, termasuk impor beras 1 juta ton memang selalu menjadi isu yang 'seksi' bagi politisi Indonesia.

Baca Juga: Akui Ingin Disukai Pria Normal, Lucinta Luna Curhat ke Deddy Corbuzier: Ingin Jadi Perempuan Elegan

Meski slogan swasembada pangan terus digaungkan dalam setiap Pemilihan Presiden (Pilpres), Indonesia seakan sulit untuk melepaskan impor beras.

Peneliti kebijakan beras Asia Tenggara dari National University of Singapore, Jamie S. Davidson sempat menyoroti masalah impor beras ini karena ikut naik daun dalam gelaran Pilpres 2019 silam.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Conversation, kala itu pendukung Prabowo Subianto, calon Presiden nomor urut dua mencibir sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang begitu sering menggaungkan swasembada pangan.

Baca Juga: Jelang Munas IX LDII 2021, Menag Siap Dukung dan Sinergikan Kemandirian Pesantren dan Pengembangan Madrasah

Menurut Drajad Wibowo, Ekonom dari kubu Prabowo Subianto, Presiden Jokowi termasuk presiden yang paling 'hobi impor beras'.

Bahkan, angka impor beras di masa Presiden Jokowi adalah yang tertinggi sejak masa Orde Baru.

Hal ini dibantah oleh Kementerian Perdagangan. Namun, sebetulnya ada hal yang kurang disoroti banyak orang terkait impor beras.

"Tidak ada pejabat dalam pemerintahan Jokowi yang menyangkal tuduhan yang Prabowo buat dalam debat calon presiden Januari 2019 mengenai orang-orang dalam pemerintahan Jokowi yang menguntungkan diri sendiri secara finansial (secara ilegal) dari impor beras," tulis Jamie S. Davidson.

Baca Juga: Rilis Single Bertajuk 'Cara Ceroboh untuk Mencinta', Begini Harapan Member JKT48!

Jamie menyebut adanya politisi yang memang mengambil keuntungan besar dari impor beras merupakan 'rahasia umum' di Indonesia.

Pasalnya, hal tersebut sudah sejak lama menggerogoti sistem impor beras di Indonesia.

"Jadi, apa yang mungkin terjadi di bawah Jokowi bukanlah hal baru," kata dia.

Baca Juga: Anies Baswedan Disebut Harus Bertanggung Jawab Soal Rumah DP Rp 0, Sekjen FITRA: Keteledoran DPRD

Oleh karena itu, Jamie menyebut swasembada pangan di Indonesia sebagai 'janji yang sulit dipegang'.

Ide ini diputar terus oleh politisi berulang-ulang karena 'kebijakan ini populer'.

Padahal, pencapaian swasembada pangan di Indonesia jarang sekali terjadi setiap tahunnya.

Baca Juga: Demokrat Versi KLB Mulai Dirikan Cabang di Daerah, Dikabarkan Tunjuk Kader Hanura Jadi Ketua DPC di Bekasi

Jamie menemukan dua sebab politisi Indonesia mampu bertahan di atas angin meski seruan 'swasembada pangan' mereka hanya omong kosong belaka.

Pertama, masyarakat banyak yang percaya saja pada pemerintah soal penetapan harga domestik meskipun tingginya harga beras dalam negeri cuma membuat rakyat miskin di Indonesia semakin menderita.

Mereka cuma tahu kalau semakin tingginya harga beras domestik, akan semakin tinggi pula pendapatan mereka.

Baca Juga: Sebut Demokrat versi KLB Tak Berhak Gunakan Atribut Partai, DPD Jabar Siap Lapor Polisi Jika Melanggar

Kedua, gerakan nasionalis dan antikolonial sangat erat kaitannya dengan petani padi yang menjadi simbol kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah terus membuat citra diri sebagai pelindung petani Indonesia, termasuk Soekarno dan Soeharto.

"Singkatnya, kita harus mempertimbangkan bagaimana sejarah dan ideologi tertentu dapat terus membentuk kebijakan publik yang penting di Indonesia dan di mana pun," tutur Jamie menyarankan.

"Liberalisasi dapat dicapai dengan mudah dengan goresan pena. Mengubah kepercayaan yang berakar dari masa lalu nasionalis suatu negara tidak bisa dicapai semudah itu," ucap dia menambahkan.***(Mahbub Ridhoo maulaa/Pikiran-Rakyat.coom)

Editor: Arman Muharam

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah