Patut Diwaspadai! Inilah Ancaman Kekerasan yang Mengintai Anak Selama Menggunakan Internet

- 11 Februari 2021, 05:00 WIB
Ilustrasi anak menggunakan internet.
Ilustrasi anak menggunakan internet. //Pixabay/NadineDoerle

PR TASIKMALAYA - Dalam masa pandemi ini, kehadiran internet telah memberikan banyak manfaat, khususnya untuk mempertahankan proses pembelajaran meski dalam jarak jauh. 

Negatifnya, internet pun berpotensi untuk menampilkan kekerasan non-fisik yang bisa dikonsumsi oleh anak.

Ciput Eka Purwianti selaku Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA RI), merinci tiga potensi bagi anak mengalami kekerasan selama menggunakan internet.

Baca Juga: Apresiasi Sikap Ganjar Pranowo yang Dicatut di Buku Pelajaran, Tsamara Amany: Salut dengan Respon yang Rileks 

"Pertama, mereka rentan untuk mengalami kekerasan siber, ini bisa termasuk eksploitasi seksual daring," kata Ciput dalam sebuah pertemuan secara virtual.

"Terekspos pada tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, kemudian mereka juga bisa terkontaminasi dengan konten-konten radikalisme dan eksploitasi lainnya yang kita sudah banyak kasusnya," paparnya.

Potensi lainnya yaitu adiksi Siber. Bahkan terdapat beberapa kasus yang dilaporkan anak berusia di bawah 10 tahun telah kecanduan gawai, termasuk terhadap game online dan pornografi.

Dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari ANTARA, potensi lainnya dengan kejadian yang tidak sedikit dan tanpa disadari ialah perundungan siber.

Baca Juga: Bank BRI Salurkan BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Simak Pencairannya di Sini! 

Mayoritas anak mengalami perundungan siber di dunia maya oleh teman sebaya, namun sebagian lain di antaranya juga oleh orang dewasa.

Catatan kekerasan yang menimpa anak-anak di internet, menurut Yayasan Plan International Indonesia tahun 2020, memperlihatkan bahwa ancaman terbesarnya ialah kekerasan seksual.

"96 persen dari responden mengatakan mereka mengalami ancaman kekerasan seksual," ujarnya.

“Terbesar berikutnya ada pelecehan seksual, atau pelecehannya lainnya, melalui komentar atau pun pesan yang diterima oleh anak-anak," ungkap Ciput.

Baca Juga: Kritisi Buzzer Penumpang Gelap Jokowi, HNW: Pasal Karet UU ITE Buat Pengkritik Takut Ditangkap

Kekerasan lainnya di internet yaitu pengintaian oleh orang asing atau orang dewasa, yang biasanya adalah predator.

Selanjutnya ialah penghinaan fisik, ucapan-ucapan rasisme, pelecehan seksual, ancaman kekerasan fisik, serta dipermalukan.

Berdasarkan penelusuran pada bulan April 2020, terdapat sekira 30 persen atau 112 anak yang mengatakan bahwa mereka menerima kiriman pesan teks yang tidak senonoh.

"Jadi pornografi itu tidak hanya berupa video atau gambar tapi juga termasuk teks," imbuhnya.

Baca Juga: Kamu Pelaku Usaha? Cek Nomor KTP di eform.bri.co.id, BRI Salurkan BLT UMKM Rp2,4 Juta hingga 18 Februari 2021

Selain itu ialah kiriman gambar atau video yang mengandung unsur pornografi.

"Ini sebuah alarm, pengingat bagi kita semua, orang tua khususnya. Untuk meningkatkan bahwa bagaimana menjaga kedekatan relasi dengan anak yang semakin dia meningkat usianya tentu tantangannya semakin berbeda," kata Ciput.

"Yang sangat penting dan utama adalah pastikan orang tua mendampingi saat anak-anak berselancar di internet dengan gawai mereka," terang Ciput.

Anak tak boleh dibiarkan sendirian saat mereka mengakses platform online. Baik platform edukasi, platform entertainment, ataupun berita.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x