“Tapi kalau dalam statement publik, harusnya disampaikan oleh orang yang punya kewenangan atau kompetensi, baik karena kompetensi jabatan maupun kompetensi keilmuan,” lanjutnya.
Refly menjelaskan, seorang pangdam tidak dilatih untuk berdebat soal Pancasila apalagi soal agama. Mereka dilatih untuk menjadi ‘mesin perang’.
“Seorang pangdam tidak dilatih untuk berdebat soal Pancasila, soal agama, ya tapi dilatih untuk menjadi ‘mesin perang’. Jadi, banyak offsidenya Mayjen Dudung,” pungkasnya.
Lebih lanjut Refly menyimpulkan, pernyataan Pancasila dan agama terkait dengan ‘Kalau Pancasilais pasti beragama, kalau dia beragama belum tentu Pancasilais’, merupakan pernyataan yang tidak memiliki korelasi.
Baca Juga: Hanya Hari Ini! Hadiri Pameran dan Virtual Trip Gratis dari Indonesia Ecofest Kemenparekraf
“What? Nggak masuk akal. Karena apa? Rasanya tidak mungkin seorang yang beragama Islam itu tidak mengakui nilai ketuhanan yang Maha Esa, termasuk di dalamnya lakum dinukum wa liya diin. Bagiku agamaku bagimu agamamu,” tandasnya.
Refly menegaskan, tidak mungkin seorang Muslim tidak mengakui Pancasila, padahal Pancasila mengandung nilai-nilai yang ada di dalam Al Quran.
“Tidak mungkin seorang Muslim tidak mengakui sila kemanusiaan yang adil dan beradab, adil itu tidak hanya untuk sesama Muslim, tetapi juga sesama umat manusia,” ujarnya.***