Kelanjutan Kasus Korupsi E-KTP, Hadirkan Dua Saksi dan 4 Tersangka Baru

26 Oktober 2020, 17:58 WIB
Ilustrasi E-KTP /PRFM

PR TASIKMALAYA - Kasus korupsi proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) kembali diagendakan.

Dua orang diperiksa oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi.

Dalam kasus yang menjerat tersangka Edhi Wijaya (ISE), mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara RI (PNRI). 

Baca Juga: Dapat Lampu Hijau Kemenkes, UGM Jalani Uji Diagnostik pada GeNose

“Yang bersangkutan (2 orang) akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka ISE (Isnu Edhi Waijaya) mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia tahun 2009 sampai Mei 2013," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin 26 Oktober 2020.

Ali mengatakan, kedua saksi yang akan diperiksa adalah Handoyo Subagyo PNS/ASN Direktorat Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kemendagri dan Lidya Ismu Martyati Anny Miryamti Kasubdit Wilayah II Direktorat Bina Aparatur Kependudukan dan Pencatatan Sipil (BAKPS) Ditjen Dukcapil Kemendagri. 

Sebelumnya, penyidik KPK telah menetapkan 4 orang tersangka baru pada 13 Agustus 2019.

Baca Juga: Firli Bahuri dan Karyoto Dilaporkan, ICW: Pelanggaran Kode Etik

Penetapan tersangka baru itu terkait proses pengembangan penyidikan kasus perkara dugaan korupsi proyek e-KTP.  Keempat tersangka itu berinsial IEW dan HSF, MSH dan PST.

Tersangka itu adalah Isnu Edhi Wijaya, Husni Fahmi (HSF) mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Kemudian, tersangka Miryam S. Haryani (MSH) mantan Anggota DPR RI 2014-2019 dan Paulus Tannos (PST) Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra.

Baca Juga: Bangun Kesehatan Nasional, Tenaga Kesehatan Perlu Bantuan Lebih

Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Sementara itu, peran tersangka Isnu disebut bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP.

Saat itu, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek e-KTP. 

Baca Juga: Sejak Agustus hingga Oktober, Lima Hiu Tutul Terdampar di Sumatera Barat

Irman kemudian menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Lalu, tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI.

Pimpinan masing-masing  konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan e-KTP.

Sedangkan pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.

Baca Juga: Tulis Surat untuk Mark Zuckerberg, PM Pakistan Minta Facebook Hapus Konten Islamofobia

Selanjutnya Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada “commitment fee” untuk pihak di DPR RI, Kemendagri dan pihak lain.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler