Penjelasan Antropolog Soal Merebaknya Fenomena Babi Ngepet, Tuyul dan Pesugihan di Masyarakat

29 April 2021, 18:30 WIB
Ilustrasi babi ngepet. Simak penjelasan antropolog soal babi ngepet, tuyul dan pesugihan.* /Pixabay/PublicDomainPictures

PR TASIKMALAYA - Masyarakat Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat dihebohkan dengan temuan babi hutan yang dianggap babi jadi-jadian atau babi ngepet pada Selasa, 27 April 2021. 

Temuan yang diduga babi ngepet tiba-tiba menyusut saat tertangkap, itulah yang membuat warga Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat mengaitkan kepada hal-hal yang mistis. 

Sampai ada warga yang justru menuduh salah satu warga lainnya menjadi pelaku babi jadi-jadian atau babi ngepet.

Baca Juga: Sah! KKB Papua Dinyatakan Teroris, Mahfud MD: Mereka Lakukan Pembunuhan dan Kekerasan Secara Masif

Tuduhan tersebut divideokan warga lainnya hingga viral di jagat maya, dan berakhir ucapan permohonan maaf dari ibu yang menuduh tersebut. 

Setelah viral, ternyata fenomena babi ngepet  yang sebelumnya dipercaya masyarakat Depok tersebut dipastikan hanya rekayasa dari Adam Ibrahim (AI).

Hal ini diketahui dari hasil perkembangan penanganan yang dilakukan Polres Metro Depok atas perkara informasi penangkapan seekor babi yang diviralkan sebagai babi ngepet.

Baca Juga: Tips Mengelola Keuangan ala Arya Saloka, Pentingkan Menabung, Beli Segala Sesuatu dengan Tunai

Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar memastikan fenomena babi ngepet di Depok tersebut hanya rekayasa dari tersangka AI, salah satu tokoh di Depok. 

Terlepas motif tersangka dari upaya merekayasa babi ngepet yang sempat menghebohkan, dan dipercayai oleh sebagian masyarakat. 

Antropolog dari Universitas Negeri Malang, DR Abdul Latif Bustami menjelaskan ihwal kenapa masyarakat saat ini masih percaya fenomena babi ngepet, tuyul, pesugihan dan hal-hal yang mistis.

Baca Juga: Bertemu Keluarga Prajurit KRI Nanggala 402, Jokowi: Nanti Ibu-ibu Sekalian akan Dibangunkan Rumah

Menurut DR Abdul Latif Bustami fenomena munculnya babi jadi-jadian, babi ngepet atau pesugihan  yang ramai di Depok, Jawa Barat ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. 

Sebelumnya, fenomena serupa pernah terjadi di salah satu daerah.  Tapi bukan babi ngepet melainkan tuyul. 

DR Abdul Latif Bustami melihat fenomena babi ngepet di Depok murni klenik atau dengan kata lain mistis atau bukan bagian kebatinan atau bagian dari kepercayaan masyarakat karena beda konteks.

Baca Juga: Komentari Berita Viral, Raditya Dika: Bekerjalah dengan Cerdas sampai Tetangga Mengira Memelihara Babi Ngepet

Babi jadi-jadian, babi ngepet, tuyul dan sejenisnya ini murni klenik atau mistis.  

"Bukan aliran kebatinan, kepercayaan masyarakat karena itu berbeda,” tutur dia saat dihubungi PikiranRakyat-Tasikmalaya.com, Kamis 29 April 2021.

Sesuatu yang klenik atau mistis ini, lanjutnya, memang meyakini sesuatu atau memilih jalan yang irasional dalam memenuhi kebutuhan atau dalam hal berusaha.

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan KKB Sebagai Kelompok Teroris, Hamdan Zoleva: Sudah Tepat

Dalam konteks ini, berusaha ingin cepat kaya, mencari uang dengan jalan babi ngepet, pesugihan, tuyul dan sejenisnya.

Hal klenik di Depok, babi ngepet ini muncul tidak berdiri sendiri. Fenomena ini muncul karena kompensasi masyarakat dari tekanan ekonomi, sosial dan politik, sehingga lari ke hal yang mistis seperti ini. 

Dalam teori kebudayaan disebut juga, kompensasi masyarakat disaat tidak bisa menyelesaikan atau tidak menemukan soluasi atas masalah hidupnya sehingga beralih ke hal yang mistis, hal yang irasional. 

Baca Juga: Menolak Jaket Pemberian Billy Syahputra, Memes Prameswari: Takut dari Mantan

"Saya pun melihat fenomena babi ngepet, tuyul ini sebagai ciri kalau masyarakat kita masih hidup di tahap magisme," ujar dia. 

Anehnya, fenomena ini muncul di Depok, Jawa Barat yang dikenal wilayahnya banyak kampus, banyak orang yang berpendidikan tinggi, banyak orang pintar dengan tingkat literasi tinggi.

Tapi, di pinggiran Depok dengan tingkat pendidikan yang masih belum memadai muncul fenomena mistis, babi ngepet atau pesugihan. 

Baca Juga: IZ*ONE Resmi Bubar, Miyawaki Sakura, Yabuki Nako, dan Honda Hitomi Kembali ke Jepang

"Fenomena (babi ngepet) di Depok ini menurut saya menarik, terjadi di pinggiran Depok," paparnya.

Selain itu, DR Abdul Latif Bustami pun berpandangan, fenomena babi ngepet di Depok ini kalau dilihat dari aspek politik bisa saja sebagai upaya pengalihan masyarakat terhadap isu-isu besar lainnya. 

Bercemin dari banyaknya muncul fenomena serupa akhir-akhir ini, ada babi ngepet di Depok, sunda empire sebelumnnya dan deretan peristiwa serupa lainnya.

Baca Juga: Usai Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Atta Halilintar Antar Aurel Hermansyah ke Dokter, Hamil?

“Dan saya pun melihat fenomena ini sebagai pembelahan kelompok yang mereproduksi narasi-narasi negatif. Seperti babi ngepet yang tujuannya menimbulkan konflik antar dua kelompok,”  kata dia. 

Hal senada pun disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Desentralisasi dan Pembangunan Partisipasif FISIP Universitas Padjajaran (Unpad), Dr Ahmad Buchari. 

Menurutnya, fenomena babi ngepet di Depok, Jawa Barat sebagai bentuk frustasi sosial. Frustasi sosial ini muncul karena kejenuhan dan kebuntuan masyarakat terhadap orientasi ke depan atau hari esok ditengah kondisi himpitan dan ketidakpastian ekonomi. 

Baca Juga: PKS dan PKB Melakukan Silaturahim Sebagai Bentuk Memperkuat Sinergi Kebangsaan

Banyak masyarakat yang tengah kesusahan akibat pandemi Covid-19. Sehingga,hal-hal yang mistis seperti inilah muncul sebagai kompensasi masyarakat terhadap frustasi sosial. 

"Fenomana babi ngepet, pesugihan ini hanyalah kompensasi masyarakat dari tekanan kebutuhan ekonomi, tekanan sosial politik," tutur Dr Ahmad Buchari.

"Masyarakat sudah tak percaya yang realistis dan malah lari ke hal yang mistis, babi ngepet, tuyul dan sebagainya," imbuhnya.

Baca Juga: Gemar Koleksi Aksesoris, Herjunot Ali Launching Cincin Berlian Khusus Milenial

Selain itu, ia pun melihat fenomena babi ngepet di Depok, Jawa Barat sebagai kontstruksi sosial budaya saintek.

"Maksudnya, gelombang ketiga era informatika dimana digitalisasi multimedia membuat perilaku masyarakat sedikit bergeser ke kepercayaan supranatural dan irasional. Hal ini sebagaimana dikatakan Naisbett terkait gelombang ketiga era informatika," terangnya.

"Faktor dominannya adalah gaya hidup modern liberal dalam pemahaman keagamaan yang longgar alias kurang," pungkas Dr Ahmad Buchari. ***

Editor: Asri Sulistyowati

Tags

Terkini

Terpopuler