Akui Tak Kaget Soal Tuduhan Radikalisme, Din Syamsuddin: Radikal Itu Bisa Punya Arti Positif

22 Februari 2021, 16:30 WIB
Mantan Ketum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin. /Instagram/@m_dinsyamsuddin.

PR TASIKMALAYA - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, akhirnya buka suara soal tudingan radikalisme yang ditujukan kepada dirinya yang sempat menjadi headline pemberitaan beberapa waktu terakhir.

Dalam keterangan yang disampaikannya secara ekslusif di kanal YouTube Karni Ilyas Club, Din Syamsuddin mengaku tidak kaget dengan munculnya tuduhan radikalisme tersebut karena Ia meyakini bahwa tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakQta.

“Sangat tidak kaget, pertama karena saya meyakini apa yang dituduhkan itu tidak faktual, baik secara subjektif saya rasakan itu bukan jati diri atau watak saya untuk bertindak radikal," ujar Din Syamsuddin.

Baca Juga: Airlangga Hartarto Umumkan Kebijakan PPKM Mikro Diperpanjang hingga 8 Maret 2021

"Apalagi kegiatan saya selama ini adalah kebalikan dari radikal, walaupun saya tidak setuju dengan deradikalisasi,” sambungnya, seperti dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari tayangan YouTube Karni Ilyas Club, Senin, 22 Februari 2021.

Lebih lanjut, Din Syamsuddin juga menjelaskan soal pandangannya terkait makna radikal yang dituduhkan terhadap dirinya.

Din Syamsuddin mengatakan bahwa sesungguhnya kata radikal itu memiliki arti yang positif.

Baca Juga: Soal Kasus Lahan PTPN VIII Megamendung Bogor yang Seret Rizieq Shihab, Ini Kata Pakar Hukum Pidana

“Karena radikal itu bisa punya arti positif, radix itu akar, beragama harus radikal, artinya berpegang pada akar agama," ujarnya.

"Dalam bernegara harus radikal, berpegang pada dasar negara, cuma sekarang ada distorsi ya, dipakai dalam makna pejorative (perubahan makna menjadi lebih rendah),” sambungnya.

Lebih lanjut, dalam kesempatan tersebut, Din Syamsuddin juga menyebut bahwa tuduhan ini bukan merupakan hal yang baru karena tuduhan radikalisme itu sudah sejak lama diarahkan pada dirinya, yakni sudah sejak setahun yang lalu.

Baca Juga: Unik! Polsek Kembangan Beri Hiburan dan Trauma Healing bagi Warga Terdampak Banjir dengan Borong Roti

Ia lantas menyampaikan bahwa patut diduga pihak yang menudingnya radikal itu merupakan pihak yang sama dengan orang memasang spanduk di kampus ITB untuk memecat dirinya dari keanggotaan Majelis Wali Amanat (MWA) karena tuduhan radikal.

Tak hanya itu Din Syamsuddin juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi anggota MWA melalui melalui undangan yang didapatkannya sebagai wakil dari masyarakat yang kemudian dipilih bersama dengan beberapa calon anggota pilihan lainnya.

Ia lantas menduga memang sejak awal dirinya masuk ke MWA, bahwa sudah ada pertarungan ideologis yang ia rasakan.

Baca Juga: Minta Sri Mulyani Konfirmasi Kebenaran Rumor Dana Haji Dipakai Tambal APBN, Andi Arief: Mohon Klarifikasinya

Din memaparkan, jika pertarungan ideologis masih tetap berlangsung hingga saat ini, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka bagi bangsa.

“Ini suatu malapetaka bagi bangsa, kalau di kampus-kampus kita, termasuk di pusat kepemimpinan akademik masih muncul lagi seperti itu. Ini sudah lagu lama, di UI, di ITB, Gajah Mada,” ujarnya.

Lebih lanjut, Din Syamsuddin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pertarungan ideologis itu adalah antara islam dan non islam yang kembali mencuat setelah memasuki era reformasi.

Baca Juga: Tak Lagi Terlantar, Anjing dan Kuda Kepolisian Polandia akan Dapat Dana Pensiun Usai Masa Tugas

Namun, kali ini tak hanya berseberangan dengan non muslim, bahkan sesama muslim, menurutnya, saat ini banyak yang berbeda ideologi atau kepentingan.

“Yang seberang sana juga muslim, kadang kala muslim yang taat, tapi ideologi politiknya bukan kepada kepentingan umat islam. Apalah disebut nasionalis, sosialis, bahkan mungkin juga komunis atau sekuler, liberal, lain sebagainya,” terangnya.***

Editor: Tita Salsabila

Tags

Terkini

Terpopuler