Soal ‘Mabuk Agama’, AM Hendropriyono: Jalankan Sila Pertama tapi Enggan Sila Kedua

27 Desember 2020, 16:07 WIB
Mantan Kepala BIN Hendropriyono. /Instagram.com/@am.hendropriyono/.*/Instagram.com/@am.hendropriyono

PR TASIKMALAYA - Kepala Badan Intelijen Negara pertama di Indonesia, AM Hendropriyono menjelaskan maksud dari pernyataannya soal 'mabuk agama'.

Pria yang dijuluki The Master of Intelligence tersebut melontarkan pernyataan itu saat diwawancarai oleh Karni Ilyas.

Hendro menyebut, masyarakat tidak boleh mabuk agama, dimana menjadi penyebab suburnya radikalisme di Indonesia.

Baca Juga: Viral Kasus Mesum Perawat dan Pasien Covid-19 di Wisma Atlet, Pelaku Berhasil Ditangkap

Pernyataan tersebut mendapatkan beragam respon dari masyarakat, terutama pihak yang merasa disebut dan mempertanyakan maksud dari pernyataan Hendro.

Lewat unggahan di akun Instagram pribadinya, mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan itu pun menjelaskan soal pernyataanya soal 'mabuk agama'.

“Agama Itu Menyadarkan bukan Memabukan,” tulis Hendropriyono seolah sebagai judul dari penjelasan yang akan ia jelaskan.

Baca Juga: Tinjau Prokes di Bali, Sandiaga Uno: Perlu Perhantikan Aspek Keselamatan Wisatawan

“Banyak yang menyalahpahami pernyataan saya bahwa kita tidak boleh mabuk agama saat saya bicara di Karni Ilyas Club beberapa waktu yang laku. Berikut saya jelaskan "mabuk agama" yang saya maksudkan,” sambung Hendro.

Selain itu, ia juga menjelaskan maksud dari kata 'mabuk' berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

“Mabuk itu artinya tidak sadar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) salah satu arti mabuk adalah berbuat di luar kesadaran. Mabuk beragama dapat diartikan beragama tapi tak menyadari makna beragama,” sambungnya.

Baca Juga: Resep Omelet Potato Ham, Cocok jadi Menu Diet dengan Rendah Karbo

Hendro menjaslakn, orang yang mabuk agama sebagai orang yang mencintai agama, akan tetapi tidak miliki disiplin sosial berkaitan soal Pancasila.

“Akar dari radikalisme subur di tanah yang masyarakatnya mabuk agama. Mereka mencintai agama tapi tidak memiliki disiplin sosial,” ucap Hendropriyono.

“Bahwa menjalankan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, harus dilaksanakan sesuai sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab,” tambahnya.

Baca Juga: Soroti Isu Nasional Terkini, Ketum PP Muhammadiyah: Entah Ada Apa di Bangsa Kita

Ia mempertegas bahwa hubungan agama dengan Pancasila sebagai falsafah dan asas bernegara.

“Agama dan beragama harus membuat orang sadar bukan sebaliknya. Juga perlu memahami hubungan agama dan Pancasila sebagai falsafah dan asas bernegara,” tulis Hendropriyono.

“Pancasila justru lahir karena agama, bukan di atas agama. Pancasila juga tidak boleh didikotomikan dengan agama,” tambahnya.

Baca Juga: Hasil Survei Mengejutkan di Ghana, Mi Instan Asal Indonesia Disebut Penyebab Angka Kehamilan Naik

Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer tersebut memberikan pendidikan soal Pancasila.

“Jadi ada hubungan tak terpisahkan antara agama dan sila-sila dari Pancasila. Mana bisa kita beragama jika kita membunuhi orang lain, yang jelas-jelas dilarang oleh agama apa pun. Itu namanya tidak sadar beragama alias mabuk,” tulis Hendro.

“Dengan demikian beragama diperlukan disiplin, tunduk pada aturan. Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa itu paling atas. Itu diyakini dalam semua agama. Sila pertama itu harus dijabarkan dalam sila-sila lainnya,” tandasnya.

***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler