E-Warung Tak Mendapat Pasokan, Program Paket Sembako Tidak Berpihak ke Pengusaha Lokal

- 8 Maret 2020, 20:35 WIB
 PARA petani dan pengusaha lokal mengeluhkan tidak adanya keterlibatan mereka dalam penyaluran program bantuan pangan di Tasikmalaya, Minggu (8/3/2020).*
PARA petani dan pengusaha lokal mengeluhkan tidak adanya keterlibatan mereka dalam penyaluran program bantuan pangan di Tasikmalaya, Minggu (8/3/2020).* /Aris Mohamad Fitrian//



PIKIRAN RAKYAT - Program bantuan pangan paket sembako sebagai pengganti BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang berjalan saat ini dinilai tidak berpihak pada pengusaha lokal.

Pasalnya seluruh barang yang dijual ke KPM (Keluarga Penerima Manfaat) semua telah ditentukan dan dipasok oleh suplayer perusahaan besar dari kota.

Sehingga dengan pola seperti ini, justru dianggap tidak akan menaikan taraf hidup perekonomian masyarakat setempat.

Baca Juga: Terinfeksi COVID-19 di Abu Dhabi, Warga Sukabumi Meninggal Dunia Usai Menjalankan Ibadah Umrah, Tinjau Klarifikasi Kang Emil

Padahal jika sistemnya mampu dikolaborasikan dengan kearifan lokal, maka bakal memberi manfaat lebih luas ke masyarakat setempat, disamping kebutuhan pokok KPM tetap tidak diabaikan.

Pola bantuan seperti ini sangat dikeluhkan oleh sejumlah pengusaha lokal yang ada di Desa Banyuasih, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya.

Di mana ada sejumlah pengusaha peternakan telur cukup besar. Sayangnya mereka tidak dilibatkan dalam memasok telur ke e-warung, karena semua telah disuplai oleh suplayer besar di Kota Tasikmalaya.

Begitu juga terjadi di Desa Singasari, Kecamatan Taraju. Desa ini menjadi salah satu sentra perusahaan tahu dan tempe cukup besar.

Namun sayang, mereka pun tidak dilibatkan memasok kedua komoditi pokok tersebut, padahal komoditi ini kerap diberikan dalam pemberian paket sembako ke KPM.

Baca Juga: Minim Alat Pelindung Diri, Tim Isolasi Virus Corona RSUD dr Soekardjo Gunakan Jas Hujan

"Kalau tahun lalu, waktu BPNT kami petani lokal masih diikut sertakan dalam memasok telor ke e-warung. Namun tahun ini, setelah pola bantuan berganti, kita tidak bisa terlibat. Semua barang sudah di suplai oleh pengusaha besar di kota Tasik," jelas Mimid, pemilik peternakan ayam petelor di Desa Banyuasih, Kecamatan Taraju, kabupaten Tasikmalaya, Minggu 8 Maret 2020.

Di peternakan ini, setidaknya ada 3.000 ekor ayam dengan produksi telor 2 kuintal per hari.

Disamping di peternakan Mimid, di peternakan ayam lainnya milik Agus ada 1.500 ayam petelor dengan produksi 60 kg perhari. 

Sehingga dengan jumlah demikian, dinilai sudah mampu memasok kebutuhan telor bantuan sembako di Desa Banyuasih dan sekitarnya.

Mereka berharap, ada rembug antara sulpayer, pengusaha lokal, pemerintah desa dan e-warung guna mencari solusi agar program pemerintah ini bisa mensejahterakan semua, terutama pengusaha lokal.

Baca Juga: Pupuk Palsu Banyak Beredar, Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Tasikmalaya Lakukan Pengawasan Ketat

Upaya ini sebenarnya sempat dilakukan pada awal program bakal digulirkan. Namun saat itu suplayer berdalih belum bisa mengakomodir karena tahap awal dan akan mencoba merespon di perjalanan program.

Kepala Desa Banyuasih Suherman, juga mengkritik tidak adanya keterlibatan petani pengusaha lokal dalam penyaluran bantuan paket sembako kepada KPM.

Padahal alangkah baiknya jika demi peningkatan taraf hidup dan perekenomian masyarakat luas, maka juga ada keterlibatan warga lokal.

Sehingga dengan sistem suplai barang saat ini hanya menguntungkan pengusaha dari luar Taraju.

Pihak desa memang ikut terlibat dalam tim kordinasi penyaluran bantuan ini, akan tetapi sayangnya desa tidak memiliki kewenangan dalam menentukan dari mana barang itu didatangkan atau dipasok.

Baca Juga: Wujud Kepedulian dan Kemanunggal TNI dan Rakyat, Lanud Wiriadinata Lakukan Bedah Rumah untuk Warga

Pihak desa kini bakal mencoba meluruskan persoalan ini kepada pihak TKSK kecamatan.

"Baiknya memperhatian warga lokal. Untuk beras mungkin silahkan itu dipasok dari suplayer besar, tetapi seperti telor, tahu, tempe atau sayuran, coba libatkan petani atau pengusaha lokal. Karena disini juga tersedia dan mencukupi," jelas dia.

Suplayer juga dinilai tidak memperhatikan kebutuhan KPM. Seperti dimasukannya kacang hijau dalam paket sembako yang diberikan ke KPM.

Akhirnya barang tersebut pun kini mubajir dan tidak bisa dimakan penerima. Pasalnya jika untuk mengolah kacang hijau jadi bubur kacang ijo, maka masih membutuhkan komoditi lainnya seperti gula, dan gas elpiji. Sebab membuat bubur kacang ijo harus direbus tidak bisa kurang dari satu jam.

Barang lokal pun bisa lebih menekan kerusakan barang dan ongkos trasportasi. Sebab tidak jarang jika telor tersebut rusak atau pecah dalam perjalanan jarak jauh.***

Editor: Rahmi Nurlatifah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah