Pun begitu, kebanyakan penderita gizi buruk tidak hanya kekurang asupan nutrisi, tetapi juga ada faktor penyerta atau penyakit bawaan. Ini dimisalkan pada sakit diare, gangguan jantung, gangguan mental dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Dinkes Kabupaten Bogor berupaya membentuk Center Klinik Gizi di Puskesmas- Puskesmas yang menjadi kantong risiko.
Untuk menyiapkan Center Klinik Gizi sudah ada 27 yang sudah terlatih dengan timnya meliputi dokter, perawat, bidan dan petugas gizi. Mereka ini yang akan bertugas melakukan analisis gizi dan identifikasi sehingga intervensinya lebih intens lagi dalam menanggulangi Gizi buruk. Tak lupa, Dede pun menekankan bahwa faktor terbesar itu masalah sosial-ekonomi dalam permasalahan Gizi Buruk itu.
Baca Juga: Hotel Tempat Karantina Pasien Terinfeksi Virus Corona Ambruk, 70 Orang Terjebak
Tak berhenti sampai disitu, konferensi pers itu juga membahas persoalan Stunting. Stunting merupakan penyakit terlambat tumbuh yang berkaitan dengan panjang badan/tinggi badan terhadap umur, sehingga menyebabkan tinggi badan anak tidak sesuai dengan masa umur anak. Ini diakibatkan kurangnya asupan protein yang kronik. Dalam penetapannya, stunting tidak bisa memunculkan penyebab dadakan, stunting prosesnya sangat panjang.
Dinkes Kabupaten Bogor juga telah berupaya menurunkan angka Stunting dengan Program BOBES (Bogor Bebas Stunting). Namun berdasarkan data pada tahun 2019 angka Stunting turun jadi 19,08 persen. Ini berbeda dengan data rilis sebelumnya di tahun 2018 yang berada diangka 32,09 persen. Ini menghasilkan signifikansi penanganan Stunting di Kabupaten Bogor.
"Kita targetkan pertahun turun sekitar 2 persen sampai Tahun 2024 nanti,” tutup Dede.***