Berkeliling Dunia 265 Hari di Lautan Lepas, Pria ini Bingung Soal Pandemi Saat Pulang ke Rumahnya

- 28 September 2020, 10:45 WIB
ILUSTRASI Lautan.*
ILUSTRASI Lautan.* /pixabay

"Semuanya berbeda, kecuali bagaimana Anda mencari tahu di mana Anda sedang berada, karena mereka melakukannya dengan cara yang persis sama. Dan Anda akan memiliki kecemasan yang persis sama: Apakah saya berada di tempat yang saya pikirkan? Apakah daratan akan muncul di tempat yang seharusnya? Pengalaman bagian itu, yang dapat dihidupkan kembali karena Anda menggunakan teknologi yang tidak berubah sejak tahun 1700-an," tambahnya. 

Tetapi menggunakan metode tradisional juga menghadirkan tantangannya. Bert mengaku bahwa ia membutuhkan dua hingga tiga jam per hari untuk menentukan lokasi tempat ia berada, karena untuk menggunakan sekstant membutuhkan penglihatan akan cakrawala.

Baca Juga: Heboh Potensi Mega Tsunami Setinggi 20 Meter, UGM Kembangkan Sistem Deteksi Dini Gempa Bumi

Tak lupa, Bert pun bercerita bagaimana dia menghadapi badai angin topan yang menguras mental yang terdengar seperti seratus orang dengan palu godam yang menghantam perahu.

"Bayangkan Anda sedang mengemudi di jalan raya dengan kecepatan 80 mil per jam, lalu Anda menjulurkan seluruh tubuh ke luar jendela mobil. Demikianlah gambaran yang cukup baik tentang bagaimana rasanya berdiri di atas perahu saat angin bertiup sekencang itu. Angin menderu-deru, sesekali gelombang pecah, dan sebagian besar perahu berada di bawah air," katanya. 

Karena hal itulah pelaut biasanya mengalami kesulitan untuk tidur. Mereka hanya dapat tertidur sekira empat jam per hari dengan diikat sabuk pengaman.

Baca Juga: Sholat Jumat Perdana Satgas TMMD Reguler Brebes di Tempat Tugas

Selama perjalanan itu, Bert berjuang menyesuaikan diri dengan suplai makanannya. Ia membatasi 800 kalori per hari, hingga pada satu titik dia memastikan bekal makanan akan cukup untuk sisa perjalanannya.

Terlepas dari tantangan itu, Bert, yang disebut sebagai "Orang Teraman di Planet" di tengah pandemi virus corona, menggambarkan perjalanan solonya dengan kata ‘ajaib’.

Ketika dia akhirnya mencapai Pulau Victoria di Kanada pada bulan Juli, Bert ter Hart disambut oleh keluarganya, yang memberitahunya tentang pandemi yang sedang berlangsung. Ia pun mengikuti anjuran pemerintah untuk karantina.

Halaman:

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: travel leisure


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah