Picu Ketegangan dengan Korsel, Korea Utara Hanya Ingin Merebut Perhatian AS

- 20 Juni 2020, 13:58 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan  pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.*
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.* //ANTARA/Reuters/Kevin L.

PR TASIKMALAYA - Sempat berdamai melalui deklarasi Panmunjom di tahun 2018, Korea Utara kini terus memicu ketegangan dengan negara tetangganya yaitu Korea Selatan.

Pekan lalu, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu meledakkan kantor penghubung bersama di Kaesong dan menyatakan diakhirinya dialog dengan Korea Selatan serta mengancam aksi militer.

Namun, banyak pihak menilai aksi tersebut tampaknya bertujuan untuk merebut kembali perhatian pemerintah AS yang belakangan terganggu oleh masalah dalam negeri.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Beredar Klaim Video Warga Arab Menggelar Pesta di Puncak Bogor

Setelah tiga pertemuan bersejarah dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un gagal menghasilkan kesepakatan denuklirisasi, perhatian Presiden AS Donald Trump beralih ke tempat lain, termasuk epidemi virus corona, protes anti-rasisme dan pemilihan presiden November.

Kim, bagaimanapun, menghadapi konsekuensi nyata dunia atas perundingan yang gagal itu, di mana ekonomi Korea Utara yang terkena sanksi semakin terpukul oleh penguncian perbatasan yang diberlakukan untuk mencegah wabah virus corona. Kondisi ini berpotensi mengancam basis dukungannya di antara para elit dan militer.

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters, analis mengatakan, salah satu tujuan Kim dalam menyerang sekutu AS, yaitu Korea Selatan adalah untuk mengingatkan Washington tentang masalah yang belum terselesaikan dengan Korea Utara.

Baca Juga: Israel dan Lebanon Saling Kerahkan Kekuatan, Tentara Indonesia Berhasil Hadang Tank Merkava Israel

"Trump dapat merasakan kebutuhan untuk berbicara dengan Korea Utara untuk mengelola situasi untuk saat ini, dan secara terbuka mengklaim bahwa ia telah menangkal kemungkinan provokasi militer yang mengancam Kim," kata Chang Ho-jin, mantan sekretaris kebijakan luar negeri presiden Korea Selatan. 

Chang kemudian mengungkapkan bahwa meningkatnya ketegangan antar-Korea, Korea Utara juga bisa berharap Korea Selatan akan mendorong lebih keras untuk mendapatkan pembebasan sanksi untuk proyek-proyek ekonomi bersama yang sejauh ini sulit dipahami.

Sumber diplomatik di Seoul mengatakan, para pejabat AS, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Stephen Biegun yang telah memimpin negosiasi dengan Korea Utara, bersedia melakukan 'upaya terakhir' sebelum pemilihan AS.

Baca Juga: Mengaku Anggota BNN, Seorang Pemuda Tiduri dan Curi Uang PSK

"Ada kegelisahan di antara mereka bahwa mereka tidak bisa hanya diam saja di paruh pertama tahun ini," kata sumber itu, mencatat Washington akan segera beralih ke mode pemilihan penuh.

Tetapi sumber AS yang akrab dengan masalah itu mengatakan kepada Reuters bahwa sementara Washington bersedia untuk berbicara dengan Pyongyang kapan saja, tidak akan ada negosiasi yang mengarah pada terobosan signifikan dalam waktu dekat, terutama jika Korea Utara hanya menawarkan untuk membongkar fasilitas nuklir utamanya Yongbyon.

Sumber itu mengatakan bahwa pelonggaran sanksi kemungkinan tidak akan terjadi, karena Korea Utara tidak mau membahas program nuklirnya. Sehingga mustahil bagi Amerika Serikat untuk mempertimbangkan membatalkan sanksi.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah