“Akurasi 97 persen mungkin tinggi dari sudut pandang teknologi, tetapi akan selalu ada kemungkinan kesalahan,” ungkapnya.
“Siapa yang akan bertanggung jawab ketika itu terjadi? Jaksa, mesin atau perancang algoritma?” tambahnya.
Baca Juga: Ferdinand Hutahaean ke KPK yang Diduga Takut Usut Kasus Formula E Jakarta: Kalian...
Dia menambahkan bahwa banyak jaksa manusia tidak ingin komputer mengganggu pekerjaan mereka.
"AI dapat membantu mendeteksi kesalahan, tetapi tidak dapat menggantikan manusia dalam mengambil keputusan," ujar jaksa.
Ada juga kekhawatiran alat itu akan gagal mengikuti perubahan standar sosial dan dapat dipersenjatai oleh negara.
Pemerintah Tiongkok semakin mengandalkan AI untuk meningkatkan produktivitasnya, dengan mesin yang sudah siap untuk memberantas korupsi dan meningkatkan kontrol negara.***