Dalam hal ini, Associated Press tidak dapat secara independen mengonfirmasi jumlah korban tewas.
Pembunuhan itu dengan cepat menuai kecaman internasional, dengan beberapa misi diplomatik ke Myanmar mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan pembunuhan warga sipil pada hari Sabtu, termasuk anak-anak.
"Hari angkatan bersenjata Myanmar ke-76 ini akan tetap terukir sebagai hari teror dan aib," kata delegasi Uni Eropa untuk Myanmar di Twitter.
"Pembunuhan warga sipil yang tidak bersenjata, termasuk anak-anak, adalah tindakan yang tidak dapat dipertahankan," tambahnya.
Baca Juga: Diusulkan untuk Ganti KSP Moeldoko, Fahri Hamzah: Jangan Ganggu Orang Pensiun Mas, Lagi Enak-enaknya
Duta Besar AS Thomas Vajda dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pasukan keamanan membunuh warga sipil yang tidak bersenjata.
"Ini bukan tindakan militer atau polisi profesional. Rakyat Myanmar telah berbicara dengan jelas: mereka tidak ingin hidup di bawah kekuasaan militer," tulisnya.
Korban tewas di Myanmar terus meningkat karena pihak berwenang semakin kuat dengan penindasan terhadap penentangan mereka terhadap kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Peristiwa kudeta membalikkan tahun kemajuan menuju demokrasi setelah lima dekade pemerintahan militer.