Disebut Jadi Perang yang Terburuk, Armenia dengan Tegas Nyatakan Tak Mau Mundur dari Azerbeijan

3 Oktober 2020, 14:29 WIB
Tentara Armenia ketika sedang berperang dengan militer Azerbaijan. //Dok. The Guardian

PR TASIKMALAYA – Dilaporkan Korban meninggal telah mencapai lebih dari 100 orang dalam perang yang terjadi di perbatasan Nagorno-Karabakh antara militer Armenia dan Azerbaijan.

Perang terjadi pada Minggu, 27 September 2020 yang hingga saat ini belum menunjukan adanya penurunan tensi pada kedua negara tersebut.

Kedua negara saling menuding siapa yang memulai perang itu. Hingga hari keenam belum ada kejelasan mengapa kedua negara berperang.

Baca Juga: Mahasiswa Dituntut untuk Berkarakter, Ma'ruf Amin: Perguruan Tinggi Harus Ikuti Kebijakan Nadiem

Pemerintah Armenia maupun Azerbaijan belum terlihat akan menghentikan perang dan memulai dialog.

Pada Selasa 29 September 2020, Antonio Guterres selaku Sekretaris Jenderal PBB, menyatakan mengutuk perang di wilayah Nagorno-Karabakh dan mendorong adanya negosiasi tanpa prasyarat ataupun penundaan.

“Sekjen mengutuk penggunaan kekuatan dan menyayangkan adanya korban dari kalangan sipil. Sekjen memanggil kedua belah pihak secara tegas untuk menghentikan pertikaian, menurunkan tensi, dan beralih pada negosiasi yang berarti tanpa prasyarat dan penundaan,” tutur Guterres melalui juru Bicara di Markas PBB, New York, Amerika Serikat.

Baca Juga: Mengejutkan! Kurang dari Sehari, MV Blackpink ‘Lovesick Girls’ Tembus 53 Juta Viewers di Youtube

Guterres juga mengajak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk ikut berperan dalam memulai negosiasi tersebut.

“Sekjen juga menunjuk peran besar dari para anggota OKI untuk bekerja sama dengan mereka untuk dimulainya kembali dialog tanpa prasyarat,” sambungnya.

Namun, Pemerintah Armenia dan Azerbaijan tidak mengindahkan anjuran sekjen PBB.

Menurut Nikol Pashinyan selaku Perdana Menteri Armenia, perang adalah pilihan Armenia yang disebutnya merupakan tanggapan atas Kebencian rakyat Azerbaijan terhadap Armenia.

Baca Juga: Banyak Akun yang Berharap Donald Trump Meninggal, Twitter dengan Tegas Siap Beri Sanksi

“Rakyat Armenia telah bersiap-siap untuk adanya kemungkinan perang. Sebab kami menyadari bahwa arminofobia dan kebencian dari para diktator Azerbaijan dan juga rakyatnya sejak beberapa dekade tidak bisa menghasilkan apapun kecuali peperangan,” ujar Pashinyan dalam sebuah pernyataan publik, Kamis 1 Oktober 2020.

Ia mengatakan bahwa sangat sulit untuk membicarakan mengenai negosiasi terutama apabila pasukan militer sedang dalam perjalanan. 

Selain itu, Pashinya mengatakan bahwa ada keterlibatan militer Turki dalam pertempuran, di mana Turki mendukung pihak Azerbaijan.

“Berdasarkan informasi yang kami miliki, para instruktur dan pejabat militer tingkat tinggi dari Turki saat ini berada di Azerbaijan sebagai bagian dari perintah penempatan. Pada sejumlah wilayah mereka bahkan melakukan aksi pertempuran langsung,” tuturnya.

Baca Juga: Akan Berakhir di Penghujung Musim 2021, Honda Putuskan Berhenti Jadi Pemasok Mesin Formula 1  

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh militer Armenia telah memulai perang pada pekan lalu, dengan meluncurkan sejumlah ledakan ke perbatasan Nagorno-Karabakh.

“Bukanlah rahasia lagi bahwa ledakan inisial termasuk ledakan artileri diluncurkan oleh Armenia. Dan yang menjadi korban adalah warga Azerbaijan. Azerbaijan memberikan tanggapan yang layak kepada musuh dan mereka tidak bisa berpindah,” kata Aliyev.

Perdamaian akan tercapai apabila pasukan Armenia meninggalkan wilayah tersebut. Desak pemerintah Azerbaijan.

“Kondisi ini valid dan jika pemerintah Armenia menempati itu, perkelahian dan pertumpahan darah akan berakhir. Serta, perdamaian akan mulai dibangun di kawasan. Kami menginginkan perdamaian dan kami menginginkan adanya solusi dari konflik ini,” ujarnya.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Donald Trump Kini Resmi Dipindahkan ke Pusat Medis Militer untuk Karantina

Perang kali ini disebut-sebut sebagai perang terbesar di era 2000-an, setelah perang pada 2006.

Pada perang kali ini, Azerbaijan mendapat dukungan penuh dari Turki, dengan bantuan personil dan armada perang.

Turki turut menyertakan sejumlah pesawat jet tempur F-16 Falcon yang dilengkapi drone pengintai.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler